JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto mengatakan, sistem zonasi tidak diterapkan sepenuhnya dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Jakarta.
Dinas Pendidikan mengombinasikan sistem zonasi dengan nilai ujian nasional (UN).
"Kenapa zonasi itu di DKI tidak demikian bisa diterima bulat-bulat? Jumlah SMA negeri di DKI Jakarta itu ada 117, di mana daya jangkau masyarakat terhadap jarak itu masih memungkinkan," ujar Bowo di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (17/1/2019).
Baca juga: Berharap Pemerataan Kualitas Pendidikan lewat Zonasi
Selain itu, Bowo menyebut sistem zonasi juga tidak diterapkan bulat-bulat karena dikhawatirkan tidak meningkatkan mutu dan persaingan di antara siswa.
Bowo mencontohkan, dengan sistem zonasi murni, anak yang tinggal dekat suatu sekolah bisa jadi merasa tidak perlu belajar karena sudah pasti akan diterima di sekolah tersebut.
"Nah, ini bagian dari kami tidak membentuk budaya-budaya peningkatan mutu, persaingan. Jadi nanti kami tetap akan menggunakan kombinasi itu (zonasi dan nilai UN)," kata dia.
Bowo menjelaskan, sistem zonasi yang digunakan di Jakarta yakni zona kelurahan dan kecamatan.
Contohnya, dalam sistem zonasi, SMAN 3 Jakarta di Setiabudi, Jakarta Selatan, diperuntukan bagi siswa yang tinggal di Kecamatan Setiabudi dan Kecamatan Tebet.
Siswa yang tinggal di dua kecamatan itu kemudian bersaing menggunakan nilai UN untuk bisa sekolah di SMAN 3 Jakarta.
Siswa yang tinggal lebih jauh dari sekolah, selama masih tinggal di zonasi tersebut, tetap berpeluang lolos seleksi mengalahkan siswa yang tinggal lebih dekat dengan sekolah, selama nilai UN yang bersangkutan lebih tinggi.
"Apakah anak yang lebih dekat dengan dengan SMA itu mendapat prioritas? Itu tidak. Bagi kami, yang penting sesama di wilayah ini berkompetisilah dengan ukuran yang lebih obyektif, yang namanya capaian ujian nasional," ucap Bowo.
Bowo menyampaikan, kebijakan sistem zonasi di Jakarta belum bisa benar-benar sejalan dengan sistem zonasi yang diterapkan pemerintah pusat.
"Yang menjadi sorotan dari pemerintah pusat kan persoalan zonasi. Kami masih belum sepenuhnya in line dengan kebijakan itu karena apa pun ceritanya, pendidikan ini mesti juga berkaitan dengan soal kompetisi. Dengan adanya kompetisi itu kan bagian dari pembinaan dan pembentukan karakter," tutur Bowo.
Baca juga: Mendikbud: Semua Penanganan Pendidikan Akan Berbasis Zonasi
Adapun sistem zonasi dalam PPDB yang diatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merupakan upaya untuk mempercepat pemerataan kualitas dan pemerataan akses pendidikan bagi siswa.
Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan, sistem zonasi merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi.
Rayonisasi yakni lebih pada capaian siswa di bidang akademik, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah.
Artinya, siapa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dari sekolah itu.
"Harapannya pemerataan pendidikan yang berkualitas," ujar Muhadjir, 5 November 2018 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.