TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Muhammad Saputra, seorang anak berusia 12 tahun ini harus berjuang mencari nafkah untuk keluarga usai kedua orangtuanya meninggal pada 2018 silam.
Dengan menggunakan sepeda, Putra berkeliling sambil menjual cilok buatan Ratini tetangganya.
Meski berjualan cilok, Putra tak meninggalkan bangku sekolah. Saat ini duduk di kelas 3 SDN Jurang Mangu Timur I, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Melihat umurnya yang sudah 12 tahun, Putra seharusnya sudah kelas 6 SD.
"Sempat putus sekolah waktu bapak sakit, jadinya berhenti. Jadi kelas 3 lagi, ketinggalan pelajaran," kata Siti Juleha (17), kakak Putra kepada Kompas.com saat mengunjungi rumahnya di Jalan Cikini Dalam, Juramangu Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Rabu (13/2/2019).
Baca juga: Kisah Putra, Bocah Yatim Piatu yang Hidupi Keluarga dengan Jualan Cilok
Saat itu Putra terpaksa mencari uang dengan cara mengamen di kawasan Ciledug.
"Sering kak lagi ngamen gitu disangka ada bosnya, padahal mah ngamen sehari-hari buat makan, bantuin kakaknya buat beli susu," ujar Leha sambil menggendong adik kecilnya yang baru berusia 10 bulan.
Setelah ayahnya meninggal pada Mei 2018 lalu, barulah Putra berjualan cilok yang dibuat tetangganya. Ayah putra meninggal akibat sakit paru-paru. Sedangkan ibunya meninggal setelah melahirkan adiknya yang paling kecil.
Kakanya Leha tidak bekerja karena harus menjaga adik bungsu yang kini berusia 10 bulan. Leha dan putra juga memiliki adik yang masih TK.
Akhirnya bisa sekolah lagi
Melihat Putra yang terpaksa putus sekolah untuk berjualan cilok, ibu-ibu di lingkungan rumahnya tergerak hatinya untuk membantu. Mereka mengusulkan kepada para relawan-relawan untuk bersedia membantu Putra bisa sekolah kembali.
Akhirnya, sebuah organisasi non-pemerintah bernama Sekolah Relawan di Depok menghampiri kediaman Putra dan menawarinya untuk bersekolah kembali.
Seluruh keperluan Putra untuk bisa kembali mendapatkan pendidikan yang layak dibiayai oleh relawan tersebut. Putra mengaku senang akhirnya bisa bersekolah kembali.
"Senang, bisa ketemu teman-teman lagi," kata Putra sambil tersenyum sumringah.
Baca juga: Kisah Soleh, 15 Tahun Keliling Jakarta Tawarkan Jasa Solder Panci
Meskipun lebih tua dari teman-temannya yang lain, ia tak malu dan tetap semangat untuk datang ke sekolah setiap harinya.
Tapi Putra tidak memungkiri terkadang ada saja teman-teman di sekolah yang mengejeknya karena ia seorang pedagang cilok.
Namun, ejekan tersebut hanya dianggap Putra sebagai angin lalu. Bahkan tanpa merasa malu, tak jarang ia membawa cilok dagangannya ke sekolah.
"Di sekolah ada juga teman-teman yang beli," ujar si pejuang cilik ini.
Baca juga: Mengenal Waras, 30 Tahun Jadi Tukang Kebun Keliling di Depok
Banting tulang di malam hari dan harus kembali bersekolah ketika siang membuat Putra tak bisa berbohong dan mengakui ia terkadang merasa lelah. Bahkan tak jarang ia ditegur gurunya karena kedapatan terlambat datang atau mengantuk saat proses belajar mengajar.
Meskipun sering dimarahi ia tetap mengagumi sosok gurunya yang selalu ramah dan sabar ketika memberikannya ilmu. "(Gurunya) baik, suka bercanda," ujar Putra.
Putra berharap dia bisa terus mengeyam pendidikan sambil terus membantu menghidupi kakak dan adik-adiknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.