Lanjut ke jenjang pendidikan SMP menjadi kesulitan baru bagi Winih. Tidak semua sekolah mau menerima kondisi fisik Fauzan.
Bahkan Winih sempat berniat menyekolahkan anaknya itu ke beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta. Namun, pihak SLB menolak mentah-mentah keinginan Winih.
"Saya pernah mau daftarin ke SLB, malah ditolak dari SLB. Mereka bilang Fauzan itu normal, enggak pantas sekolah di sini," jelasnya.
Atas dasar itu, Winih bersikeras menyekolahkan anaknya ke SMP umum inklusif, sekolah umum yang menerima siswa berkebutuhan khusus.
Baca juga: Sandiaga: Kian Terlihat Keinginan Masyarakat Berpartisipasi dalam Perjuangan Prabowo-Sandi
Segala cara telah dia tempuh, bahkan sampai menelepon ke Dinas Pendidikan setempat.
"Sampai saya ke Dinas telepon mau tanya mana sih sekolah inklusif untuk kebutuhan khusus, karena anak saya normal cuma fisiknya saja yang enggak normal. Harusnya diterima ya di sekolah umum," terangnya.
Pihak Dinas pendidikan memberikan beberapa rekomendasi sekolah kepada Winih.
Seakan diberi secercah harapan, Winih pun mendatangi beberapa sekolah yang direkomendasikan itu. Namun, nyatanya semua tidak berjalan sesuai harapan.
"Setelah saya datangi, mereka bilang 'Oh enggak Bu, di sini belum bisa terima anak Ibu'. Tapi kan di Dinas sekolah yang saya datangi itu terdaftar sebagai sekolah Inklusif. Ternyata mereka belum menyelenggarakan (program sekolah inklusif)," kata dia.
Sampai akhirnya saat memasuki tahun ajaran baru, kerabat Winih memberi tahu keberadaan SMP 1 Terbuka Tangerang Selatan, tempat Fauzan sekolah sekarang.
"Katanya di sekolah itu mau terima. Saya lalu daftarkan Fauzan ke sana dan tetap ada tes-tes tertentu sampai akhirnya Fauzan bisa masuk sekolah itu," jelasnya.
Winih merasa beruntung bisa menyekolahkan Fauzan di SMP 1 Terbuka Tangerang Selatan.
Dia merasakan kebahagiaan yang dirasakan anaknya saat bersekolah di sana.