JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah enam presiden menjabat sejak Kampung Teko atau yang saat ini dikenal dengan sebutan Kampung Apung, Kapuk Cengkareng, Jakarta Barat terendam air pada tahun 1990.
Namun, tak banyak perubahan yang terjadi pada kawasan seluas tiga hektar tersebut. Kampung Apung masih terendam air.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, saat memasuki akses jalan ke kampung tersebut, tampak genangan air berwarna hijau di lokasi.
Di atasnya berdiri rumah panggung warga dengan fondasi kayu.
Baca juga: Harapan Warga Kampung Apung kepada Siapa Pun Presiden yang Terpilih...
Tak begitu banyak sampah yang menggenang di genangan air tersebut.
Bau busuk juga tak tercium dari genangan air yang merendam lahan kuburan di bawahnya.
Namun, akses jalan di kampung ini tak begitu lebar dan tak ada pagar pembatas.
Rumah di dalam kampung terdiri dari bangunan tembok dan papan yang berdempet-dempetan.
Kampung ini terendam banjir permanen karena pembangunan kompleks pergudangan dari pihak pengembang di sekitar Kampung Apung pada tahun 1988.
Pembangunan itu membuat daerah resapan air untuk irigasi sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke harus ditimbun.
Akibatnya, perkampungan warga mulai tergenang secara perlahan hingga saat ini.
Ketua RT 010 RW 001, Rudi (49), mengatakan, sudah banyak janji dari para calon pemimpin yang mereka dengarkan setiap kali masa kampanye.
"Cuma ya begitu kalau ada perlu mereka datang ke mari janjiin ini itu, setelah terpilih ya berlalu begitu saja," kata dia saat ditemui Kompas.com pada Rabu (10/4/2019).
Baca juga: Melihat Semangat Anak-anak Muda di Kampung Apung...
Hal itu membuat tak ada warganya tak begitu antusias mendukung salah satu calon dalam pemilu kali ini.
Tak ada yang sampai ikut turut ke jalan untuk berkampanye
"Warga d isini ya biasa-biasa saja, enggak ada yang terlalu semangat karena sudah beberapa kali ganti pemerintah ya begitu-begitu saja, enggak ada perubahan," ujar dia.
Warga di wilayah RT 010 RW 001 itu masih menaruh harapan mereka terhadap pemerintah.
Aisyah (57) misalnya, ia mengaku akan tetap menggunakan hak pilihnya pada 17 April nanti.
"Saya pasti ikut pemilu, biar pun belum tahu di mana," kata Aisyah saat ditemui Kompas.com pada Rabu (10/4/2019)
Aisyah tak berharap Kampung Apung kembali seperti sedia kala.
Ia hanya berharap, pemerintahan yang berikutnya dapat berimbas pada kondisi tempat tinggalnya.
Setidaknya, dengan menggunakan hak pilih, Aisyah bisa menggantungkan harapan agar Kampung Apung bisa dibuat lebih baik.
"Ya harapan pasti ada ya, pengennya diperhatiin lagi ini kampung, kan daerahnya kumuh banget," ucap dia.
Baca juga: Curhat Warga Kampung Apung yang Puluhan Tahun Tinggal di Atas Genangan Air...
Hal serupa juga disampaikan oleh Lina (39). Ia tetap akan memilih pemimpin negara pada kesempatan ini meski tak ada satu pun presiden yang berkunjung ke daerah mereka.
"Kalau pemilihan-pemilihan sebelumnya sih Pak Jokowi pernah datang saat calon jadi gubernur, Pak Ahok juga pernah, Pak Prabowo pas pemilihan presiden sebelumnya juga datang ke mari," kata dia.
Meski tak kembali diumbar janji oleh para calon penguasa, Lina tetap menggantungan harapan agar kampungnya bisa lebih baik dengan mencoblos salah satu calon.
Rudi kemudian mengatakan, setidaknya ada 421 pemilih yang ada di kampung tersebut.
Berdasarkan pengalaman pada pemilihan-pemilhan sebelumnya, kata dia, rata-rata warga yang tidak memilih karena ada urusan lain pada hari pemilihan atau bekerja.
"Yang jelas ya kalau ada hak pilih kita gunakan karena kita tetap butuh pemimpin," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.