JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memiliki tiga strategi dalam menangani banjirdi Jakarta. Bagaimana pelaksanaan ketiga strategi ini?
Pertama, penyelesaian di hulu sebagai sumber banjir. Banjir di Jakarta disebut banjir kiriman dari Bendung Katulampa yang membuat Sungai Ciliwung meluap
"Itu solusinya dengan membangun lebih banyak kolam-kolam retensi, waduk, dam. Sehingga air dari hulu bergerak ke Jakarta secara lebih terkontrol," kata Anies di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019).
Dalam beberapa kesempatan, Anies selalu menjawab persoalan banjir Jakarta dengan pembangunan bendungan di hulu yakni di Bogor. Ia meyakini volume air yang turun ke Jakarta bisa berkurang 30 persen.
Baca juga: Anies Sebut Banjir Jakarta Teratasi, jika...
Bendungan yang dimaksud, yakni Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi, sedang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Namun beberapa waktu lalu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) KemenPUPR Bambang Hidayah mengatakan, kedua bendungan tak akan cukup menyelamatkan Jakarta dari banjir. Sebab Bendungan Sukamahi dan Ciawi adalah dry dam atau bendungan yang kering di musim kemarau dan terisi di musim hujan.
Pengendalian banjir lewat kedua bendungan itu tetap mengalirkan air ke Sungai Ciliwung. Air memang ditahan di bendungan tetapi hanya efektif mengurangi debit di hulu Ciliwung di Bogor.
Baca juga: Bendungan Sukamahi dan Ciawi Tak Cukup Selamatkan Jakarta dari Banjir
"(Mengurangi debit) 30 persen itu hanya di hulu Sungai Ciliwung. Di Bogor. Kenapa makin ke hilir debit berkurang? Karena banyak sungai-sungai kecil masuk tidak terkendali," ujar Bambang.
Sesampai di hilirnya di Jakarta, kata Bambang, debit hanya berkurang sekitar 12 persen. Debit bisa berkurang cukup signifikan apabila sodetan Ciliwung bisa beroperasi.
Baca juga: Anies: Naturalisasi Kita Jalankan, Akhir 2019 Kita Lihat Hasilnya...
Strategi Anies yang kedua, yakni meneruskan tanggul pantai di pesisir Jakarta untuk menahan banjir rob.
"Sebab yang kedua adalah meningkatnya permukaan air laut, karena itu juga penyebab banjir," ujar Anies.
Tanggul pantai atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dibangun Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta bersama dengan Kementerian PUPR dan perusahaan swasta yang beraktivitas di kawasan pesisir Jakarta.
Tanggul pantai yang menjadi kewajiban Pemprov DKI dibangun di tiga lokasi, yakni Kamal Muara, Pasar Ikan, dan Kali Blencong Marunda, Jakarta Utara.
Baca juga: Tanggul Laut di Muara Baru Bocor, Warga Khawatir Jebol
Tahun ini, DKI kembali melanjutkan pekerjaannya dengan menganggarkan Rp 59 miliar untuk pembangunan tanggul fase A sistem aliran barat dan sistem aliran timur.
Namun, pembangunan tanggul bukan tanpa masalah. Ada bagian tanggul, yakni yang di kawasan Muara Baru mulai rembes.
Kebocoran tanggul disebut telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari lumut yang tumbuh di sekitar lubang tempat air mengalir.
Tanggul yang dibangun Kementerian PUPR itu diyakini sengaja dilubangi warga dan diokupasi. Kini, mereka terancam kebanjiran jika tanggul jebol.
Baca juga: Anies Terima Kasih ke Ahok soal Solusi Tangani Banjir Jakarta
Ketiga, Anies punya strategi mengatasi banjir dengan membangun sumur resapan atau drainase vertikal.
Tujuannya, supaya air hujan bisa dimasukkan ke dalam tanah alih-alih dialirkan ke kali dan menggenang.
Selain untuk menekan genangan, drainase juga diyakini bisa menjadi cadangan air bersih warga.
"Di situ kita bangun program drainase vertikal untuk tanah-tanah yang bisa menyerap air dengan baik," kata Anies.
Baca juga: Setelah Gedung Milik DKI, Drainase Vertikal Sasar Gedung Swasta
Tahun ini, Pemprov DKI mulai mendorong warga untuk membangun drainase vertikal di lahannya masing-masing. Uji coba telah dilakukan Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta di lapangan di Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Langkah ini dilanjutkan dengan mewajibkan gedung-gedung Pemprov DKI punya drainase vertikal.
Harapannya, langkah ini bakal diikuti masyarakat. DKI menargetkan kebutuhan 1,8 juta drainase vertikal bisa dipenuhi.
Tahun ini, rencananya Dinas Perindustrian dan Energi akan membuat 1.330 titik drainase vertikal yang tersebar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat.
Dikutip dari Warta Kota, Kepala Seksi Geologi Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta Togas Braini menyebut biaya membuat drainase vertikal membutuhkan biaya sekitar Rp 1,1 juta.
Kendati mahal, Togas menyebut nantinya ada insentif bagi warga yang mau membuatnya.
"Jadi setiap warga yang membangun drainase vertikal, itu ada insentif yang diberikan berupa diskon PBB," kata Togas dalam diskusi di di JSC Hive, Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (2/5/2019).
Namun, ia belum mengetahui berapa persen diskon yang bakal diberikan Pemprov untuk warganya yang bersedia menyisihkan sedikit lahannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.