Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, pada sampel populasi usia 15 tahun ke atas sebanyak 722.329, prevalensi keinginan bunuh diri sebesar 0,8 persen pada laki-laki dan 0,6 persen pada perempuan. Selain itu, keinginan bunuh diri lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada di desa.
Yang pantas menjadi perhatian, penelitian Noriyu juga mendapatkan bahwa agama tak selalu mampu mencegah keinginan untuk bunuh diri. Padahal, agama banyak diyakini menjadi faktor protektif tindakan bunuh diri.
"Setiap orang ada faktor risiko dan protektif. Agama sebagai faktor protektif, itu adalah yang saya tanya. Pertama, dia tahu enggak agamanya mengajari apa tentang bunuh diri? Rata-rata tahu agama melarang bunuh diri," ujar dia.
Baca juga: Ketika Agama Tak Mempan Cegah Remaja Jakarta Bunuh Diri
Menurut Noriyu, sebagian besar responden mengaku menghayati atau menaati agama. Dari skala 1 sampai 10, rata-rata mereka menilai dirinya 8 hingga 10 dalam ketaatan beragama.
"Tapi itu tidak menutup potensi munculnya ide bunuh diri. Ini artinya agama tidak benar-benar bisa jadi faktor protektif, agama belum tentu bisa," kata Noriyu.
Pasalnya, lima persen dari 910 responden ternyata punya ide bunuh diri.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai fenomena bunuh diri.
Ia menyarankan agar masyarakat saling menjaga dan mengingatkan orang di lingkungannya untuk tidak melakukan hal tersebut.
Jika membutuhkan bantuan untuk konsultasi, masyarakat bisa menghubungi layanan gawat darurat melalui sambungan telepon 119. Baca juga: Pesan Menkes: Hubungi Nomor Ini jika Lihat Potensi Orang Ingin Bunuh Diri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.