Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mulia Nasution
Jurnalis

Jurnalis yang pernah bekerja untuk The Jakarta Post, RCTI, Transtv. Pernah bergiat menulis puisi, cerita pendek, novel, opini, dan praktisi public relations . Kini menekuni problem solving and creative marketing. Ia mudah dijangkau email mulianasution7@gmail.com

Listrik Mati dan Padamnya Akal Sehat Kita

Kompas.com - 12/08/2019, 19:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT memarkirkan kendaraan di ruang bawah tanah gedung berlantai 39 di kawasan Slipi, Jakarta Barat, Minggu (4/8/2019) siang, tiba-tiba saya berada dalam kegelapan. Awalnya, saya mengira ini masalah gangguan listrik biasa.

Namun keluarga saya yang sampai lebih awal di acara pesta pernikahan anak seorang kolega, justru melongo saat kegelapan menghantui ballroom gedung. Dapat diterka bila kegembiraan keluarga pengantin berubah kecemasan selama beberapa menit.

Genset gedung tidak memakai fasilitas automatic transfer switch, jeda kegelapan terjadi beberapa menit.

Saya belum paham apa yang sesungguhnya terjadi ketika pulang pesta, begitu pula saat menemukan traffic light jalan raya tidak berfungsi. Saya tetap menyetir mobil seperti biasa dari Slipi ke Perpustakaan Nasional di kawasan Ring Satu Istana, menghadiri Gramedia Writers & Readers Festival.

Tak ada rasa curiga, bahwa terjadi kerusakan fatal suplai listrik PLN di beberapa wilayah.
Keterkejutan saya berubah ketika penerima tamu acara menyatakan terlambat, karena saya tiba pk 14.05 WIB. Pendaftaran sudah closed.

Saya menyatakan, pengumuman acara sampai pukul 15.00 Wib. Saya bermohon agar dapat dimaklumi, pangkal soal yang membuat saya terlambat, termasuk pemadaman listrik yang berpengaruh kepada sistem perparkiran gedung acara, dan terganggunya traffic light jalan raya berimbas kemacetan.

Bayangkan, keluar gedung saja, terperangkap hampir 30 menit di basement.

Ternyata persoalan yang saya alami, terjadi di ruang publik. Perjalanan MRT atau moda raya terpadu, terganggu oleh pemadaman listrik di sebagian besar Jabodetabek. Kereta Api jarak jauh juga ikut terkena imbasnya.

Transportasi publik lain seperti TransJakarta, tidak dapat melakukan sistem pembayaran digital. Tempat hiburan Trans Studio Theme Park di Cibubur yang baru diresmikan, terpaksa menutup operasi sementara waktu. Belum lagi sejumlah mal yang operasionalnya terganggu pula.

Kita ini berada dalam era pencitraan pejabat publik. Kunjungan Gubernur Jakarta Anies Baswedan ke lokasi MRT dan RSUD untuk mengetahui dampak pemadaman listrik, tak lepas dari nyinyiran netizen maupun para buzzer.

Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, juga melakukan kunjungan serupa ke rumah sakit.

Pertanyaan mendasar, apa yang sebenarnya terjadi dengan tata kelola good government governance di negeri kita, khususnya di perusahaan plat merah seperti PT PLN. Kenapa sistem jaringan yang sebenarnya saling back up malah berbarengan muncul masalah?

Bagaimana dengan pemeliharaan jaringan SUTET PLN selama ini? Agaknya, ada masalah serius di sana.

Seketika kesadaran publik menjadi sensifitif dengan pemadaman listrik. Mereka baru menyadari, betapa pentingnya kehadiran listrik dalam kehidupan sehari-hari.

Listrik menjadi simbol keberadaban kita sebagai bangsa modern, tak pelak lagi muncul protes keras terutama dari kelas menengah perkotaan. Aktivitas keseharian mereka yang melek literasi informasi publik, menjadi terganggu.

Ternyata hidup di kegelapan, sungguh menyiksa. Kehidupan warga menjadi terasa sinting, seolah-olah kita kembali ke era pra-kemerdekaan.

Bagaimana kalau suplay and demand listrik dalam jangka panjang, terganggu ke depannya, akibat pertumbuhan ekonomi dengan munculnya investasi baru di bidang manufaktur?

Betapa dungunya kita sebagai bangsa besar, masalah listrik yang dasar saja tidak bisa kita atasi secara cepat, dan tepat.

Bagaimana mau bersaing di era industri 4.0 dalam tren otomasi dan pertukaran data terkini yang digembar-gemborkan pemerintah?

Bagaimana kita menghadapi era distrupsi di dalam pemerintahan? Masih banyak deretan pertanyaan lain yang dapat kita ajukan, hanya karena persoalan listrik yang terganggu.

Tapi keluhan seorang kawan saya menarik untuk diperhatikan, meskipun pendapatnya terasa minor. ”Saya mau ke Bandara Soekarno-Hatta. Saldo uang digital kurang memadai. Mesin ATM mati, mau top up di gerai waralaba namun menghentikan operasi," keluhnya.

Tak hanya itu. "Mau masuk pintu tol tidak mungkin, saldo belum cukup. Padahal saya mau menjemput anak yang pulang berlibur di Bali. Terpaksa melalui jalan biasa yang ternyata macet di luar kebiasaan,” kata seorang kawan.

Kawan saya tidak sendirian. Masih banyak warga lain yang juga mengalami ketergagapan menghadapi pemadaman listrik secara masif. Buktinya, media sosial seperti Facebok, Twitter, dan lainnya, ramai nyinyiran pemadaman listrik.

Memang, warga kita sudah terbiasa nyinyir dalam masalah apapun. Namun kali ini, paling tidak menyadarkan mereka, betapa listrik sangat vital bagi kehidupan sehari-hari maupun bagi keberadaban bangsa kita.

Sejak pencanangan PLTN (Perusahaan Listrik Tenaga Nuklir) 40 tahun lebih, kita juga ribut menyampaikan protes di ruang publik. Momok yang didengung-dengungkan bahaya bom atom dan bahaya radiasi nuklir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Megapolitan
DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Satpol PP dan Dinas Terkait Dinilai Lalai

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Satpol PP dan Dinas Terkait Dinilai Lalai

Megapolitan
7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

7 Tahun Berdiri, Lokasi Binaan Pasar Minggu Kini Sepi Pedagang dan Pembeli

Megapolitan
Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Polisi Tangkap DJ East Blake yang Diduga Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Pihak Keluarga Bakal Temui Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang "Itu Jarinya Buntung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com