JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menuturkan bahwa pihaknya telah membuat kajian terkait rencana pemindahan ibu kota.
Akmal mengatakan, Kementerian Dalam Negeri menyarankan daerah ibu kota yang baru nantinya merupakan daerah administratif dan bukan daerah otonom.
Artinya, tidak terdapat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di daerah tersebut.
"Kita menyarankan sebaiknya jangan merupakan daerah otonom, kita memahami dinamika politik di setiap daerah kita khawatirkan akan bisa menjadi persoalan dalam mengambil keputusan. Itu kenapa Pak Menteri beberapa kali mengatakan kita usahakan jangan ada pilkada di sana," ujar Akmal dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8/2019).
Baca juga: Sejarawan: Soekarno Gagal Pindahkan Ibu Kota karena Asian Games
Akmal mengatakan, dalam mengambil keputusan strategis, seorang presiden memerlukan suasana yang tenang.
Oleh sebab itu, daerah ibu kota yang baru diharapkan jauh dari hiruk pikuk politik daerah.
"Nah kami sarankan lokasi ibu kota adalah tempat yang betul-betul tenang dan tidak berwarnai dengan hiruk-pikuk politik lokal yang seringkali cukup mengganggu pemerintah," kata Akmal.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, lanjut Akmal, saran Kementerian Dalam Negeri sangat mungkin diimplementasikan.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Diusulkan ke Wilayah Indonesia Timur
Menurut Akmal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terdapat ketentuan yang memungkinkan pembentukan daerah administratif khusus.
Namun saran tersebut masih harus menunggu kajian dari Bappenas.
"Nah, itu dasar hukum-nya ada. Di dalam Undang-Undang (UU Pemerintah Daerah) diberikan ruang dibentuknya daerah khusus, apakah nanti bentuknya otoritas atau seperti apa kita tunggu kajian dari Bappenas," kata Akmal.