Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Hidup Abdul Wahab, Tak Patah karena Kusta

Kompas.com - 09/09/2019, 17:05 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com—Usia memang bukan patokan seseorang untuk bisa terus berjuang melanjutkan hidup.

Kepala Abdul Wahab boleh saja dipenuhi rambut putih. Tubuhnya juga sudah tua dan renta, tetapi semangatnya tak patut diragukan.

Kakinya masih tetap kuat mengayuh sepeda bututnya. Sepeda itu dilengkapi keranjang di depan setang berisi buah-buahan segar, mulai dari jeruk hingga semangka.

Tempat duduk belakang sepeda didesain sebagai tempat untuk menaruh panci yang berisi kentang dan umbi-umbian rebus.

Setiap hari, lelaki 71 tahun ini mengelilingi Kampung Sitanala, Kelurahan Neglasari, Karangsari Tangerang atau yang dikenal sebagai Kampung Kusta untuk mencari rezeki.

Sudah 27 tahun Wahab mengandalkan pekerjaan ini. Sebagai eks penderita penyakit kusta, tak banyak pekerjaan yang bisa dia lakukan.

Tak mau berdiam saja

Namun, daripada berdiam diri, Ia memilih melawan kerasnya hidup. Terkadang masyarakat umum masih enggan membeli kentang dan umbi-umbian rebusnya.

Wahab berpikir mungkin karena makanan rebusan itu dimasak langsung menggunakan tangan eks penderita kusta.

Kalau ada orang umum yang membeli dagangannya, kata Wahab, kebanyakan yang dibeli adalah buah. Makanan rebusan lebih banyak dibeli oleh sesama penderita atau mantan penderita kusta di kampung itu.

"Kalau makanan ini sekitar sini saja (Kampung Kusta). Kalau buah-buahan, musim duku, sampai keluar (kampung), sepedaan. Kalau kayak begini kan kadang-kadang masyarakat luar agak bagaimana. Enggak beli," ucap Wahab.

Setiap hari Ia mulai berjualan dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Wahab akan berhenti sejenak ketika harus menunaikan shalat zuhur dan ashar.

Rutenya tak jauh, dari lorong ke lorong yang berada di Kampung Kusta. Jika merasa lelah, Ia akan beristirahat sejenak di rumahnya yang terletak di lorong 8 Kampung Kusta.

Sebelum menjadi pedagang keliling, ayah dua anak ini sempat bekerja di konveksi selama 20 tahun.

Tempat konveksi itu memang sebagian besar mempekerjakan para penderita maupun eks penderita kusta.

Sejak berusia 8 tahun

Wahab menderita kusta sejak berusia teramat muda. Tanda-tanda awal kusta pun hanya dikira sebagai panu biasa. Namun tanda berwarna putih itu kian menyebar di tubuh Wahab.

Ia bahkan sering merasakan kata-kata ledekan dari teman sebayanya.

"Jadi kalau saya olahraga teman-teman bilang, 'Wahab itu di punggung kamu ada gambar peta'. Kalau panu biasa kan basah, kalau kusta itu kering. Jadi di tempat itu pori-porinya mungkin tertutup. Jangka waktunya lama timbul reaksi rasa panas," kisah Wahab.

Karena masih awam tentang penyakit kusta, Wahab dan keluarganya hanya menempuh pengobatan herbal dengan menggunakan obat-obat kampung.

Rupanya pengobatan ini cukup ampuh, kusta yang dideritanya sempat hilang. Namun, kusta menyerang lagi saat dia duduk di bangku SMA. 

Wahab, eks penderita penyakit kusta berjualan makanan dan buah-buahan di Kampung Sitanala, Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, Selasa (20/8/2019). Di kampung yang berada di belakang RS dr Sitanala ini dihuni sekitar 1.000 eks penderita kusta dan keluarganya.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Wahab, eks penderita penyakit kusta berjualan makanan dan buah-buahan di Kampung Sitanala, Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, Selasa (20/8/2019). Di kampung yang berada di belakang RS dr Sitanala ini dihuni sekitar 1.000 eks penderita kusta dan keluarganya.

Saat itu Wahab dan keluarganya tinggal di Solo, Jawa Tengah, meski mereka berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Dari gurunya di Solo dia tahu soal RS Sitanala yang menangani kusta. 

"Saya aslinya dari Palembang. Jadi waktu saya sekolah (di Solo), kata guru saya, 'Coba kamu ke Sitanala'. Mungkin guru tahu, kan dulu ada pelajaran ilmu kesehatan. Dari Solo baru SMA kelas 2, ke Jakarta," tutur Wahab.

Mati rasa dan kehilangan sebagian jari

Kusta yang diderita Wahab makin menyebar hingga menyerang saraf periferi. Tangan dan kakinya mati rasa. Suhu makanan dan benda lain tak lagi terasa. 

"Tangan, kaki juga, itu kulitnya jadi enggak berasa.  Makanya harus pakai otak ini panas atau enggak (untuk mendeteksi suhu benda), karena enggak berasa," ujar dia.

Selain mati rasa, jari di tangan Wahab tak lagi lengkap, juga karena serangan bakteri Mycobacterium leprae penyebab kusta.

Berobat ke RS Sitanala, Ia pun memutuskan menetap di Kampung Kusta. Dia terus menjalani pengobatan rutin hingga dinyatakan sembuh pada 1989. 

Yang dirasakan Wahab sekarang bukan lagi keluhan terkait kusta melainkan lebih banyak karena faktor usia. Misal, darah tinggi dan diabetes. 

"Ya kebanyakan lambung, diabetes, darah tinggi. Biasa, penyakit orang tua," kata dia sembari tertawa.

Meski demikian, Ia tak ingin pindah dari Kampung Kusta. Wahab menikah di sini dan memilih menghabiskan masa tuanya di Kampung Kusta.

Aktif berkegiatan

Menjadi pasif karena penyakit kusta tak berlaku bagi Wahab. Ia mengaku lebih senang aktif berkegiatan. Bahkan, dia pernah menjadi ketua rukun tetangga (RT) di Kampung Kusta.

"Ada jadi RT. Saya 15 tahun jadi Ketua RT. Saya, alhamdullilah di sini lebih banyak bergaul," ungkap Wahab.

Tak hanya menjadi ketua RT, Ia pun tertarik dengan dunia politik. Wahab sempat bergabung bersama Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat Kecamatan Neglasari.

"Saya (pernah) duduki ketua PAN di tingkat kecamatan. DPC. Saya pernah ketemu Amien Rais, terus istri Hatta Rajasa saya mengajukan waktu masih di partai," ucap dia dengan wajah berseri.

Aktif berkegiatan, ungkap dia, membuat orang-orang di luar lingkungan penderita kusta ikut terbiasa pula tak memandang rendah penderita atau mantan penderita kusta. 

Tak mengherankan, Wahab pun menjadi salah satu tokoh yang cukup dipandang dan dihormati di Kampung Kusta.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com