JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra merapat ke koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Partai Gerindra bahkan mendapatkan dua kursi menteri dalam Kabinet Kerja Jilid 2 periode 2019-2024.
Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengaku telah diminta Jokowi sebagai menteri pertahanan. Selain Prabowo, Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo juga akan menjadi salah satu menteri.
Baca juga: Prabowo Ditunjuk Jadi Menteri Pertahanan
Relawan yang selama ini mendukung Jokowi memiliki beragam komentar soal bergabungnya Prabowo ke kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Ketua Umum Kelompok Relawan Jokowi Mania Immanuel Ebenezer mengatakan, Jokowi menunjuk Prabowo menjadi menteri untuk rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019.
Relawan Jokowi Mania pun menerima keputusan tersebut.
"Ketika dijelaskan kepada kami, ya kami terima. Penjelasannya rasional menurut kami, sangat rasional. Salah satu pertimbangannya bangsa ini butuh rekonsiliasi," ujar Immanuel, Selasa (22/10/2019).
Immanuel meminta Prabowo tidak mengkhianati Jokowi setelah ditunjuk menjadi menteri.
"Harapan kami jangan dikhianati Presiden ini," kata dia.
Immanuel berujar, Jokowi pernah memiliki menteri yang berkinerja buruk dan menjelek-jelekkannya setelah di-reshuffle.
Karena itu, peluang Jokowi dikhianati tetap ada.
Relawan Jokowi Mania pun mengingatkan Jokowi untuk berhati-hati saat memasukkan Prabowo dan Edhy Prabowo ke dalam kabinet.
"Presiden sudah mengatakan, 'Jangan khawatir, saya bukan tipikal pemimpin yang takut.' Presiden menyampaikan kepada kami langsung," ucap Immanuel.
Ketua Umum Relawan Pro Jokowi, Budi Arie Setiadi, tidak mempermasalahkan Prabowo dan Edhy Prabowo menjadi menteri kabinet Jokowi.
Menurut Budi, pemilihan nama menteri merupakan hak prerogatif Jokowi.
Baca juga: Waketum Gerindra Edhy Prabowo Jadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Gantikan Susi Pudjiastuti
Budi menyampaikan, relawan Projo yang telah memberi dukungan saat kampanye hingga kini, tidak pernah khawatir terhadap pilihan Jokowi dalam menentukan menteri.
"Itu kan hak prerogatif Presiden, pokoknya kami dukung. Iya kami dukung saja," ucap Budi.
Berbeda dengan relawan Jokowi Mania dan Pro Jokowi, Koordinator Nasional Relawan Jokowi Poros Benhil Aznil Tan menolak Prabowo menjadi menteri kabinet Jokowi.
Aznil menilai Prabowo terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada 1998.
Aznil dan beberapa aktivis 98 bahkan memprotes sikap Jokowi yang memasukkan Prabowo ke dalam kabinet dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin.
"Prabowo itu adalah pelanggar HAM, harus tuntaskan dulu, harus clear-kan dulu. Itu agenda kami sebagai aktivis 98, dari dulu kami kawal," kata Aznil yang juga aktivis 98.
Aznil Tan juga menyatakan, sistem demokrasi di Indonesia tidak akan sehat jika Prabowo menjadi menteri. Sebab, Prabowo merupakan pesaing Jokowi dalam Pemilihan Presiden 2019.
Bergabungnya Prabowo dengan Kabinet Kerja Jilid 2, kata Aznil, akan melemahkan oposisi. Karena itu, Prabowo dan partainya, Gerindra, sebaiknya tetap menjadi oposisi.
"Itu tidak sehatlah demokrasi dengan hadirnya Prabowo dalam kabinet," tutur dia.
Sementara itu, Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif mengingatkan Prabowo untuk berhati-hati mengambil keputusan.
Dia khawatir keputusan yang diambil Prabowo merusak reputasinya dan menghancurkan Gerindra.
"Kami mengingatkan Prabowo Subianto untuk hati-hati, jangan sampai dipermalukan di kemudian hari sehingga akan rusak reputasi beliau dan menghancurkan Gerindra di 2024 nanti," ujar Slamet.
PA 212 merupakan kelompok yang mendukung Prabowo pada Pilpres 2019.
Meski demikian, Slamet tidak mempermasalahkan dan mendukung apa pun keputusan Prabowo.
Meski Prabowo menjadi menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf, PA 212 akan tetap berpegang pada hasil Ijtima Ulama 4.
"Kami tidak akan rekonsiliasi dengan kekuasaan yang curang dan zalim. Tidak rekonsiliasi antara haq dan batil," tuturnya.
Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Partai Gerindra Habiburokhman mengakui, banyak relawan pendukung Gerindra yang awalnya kecewa dengan keputusan Prabowo bergabung ke koalisi Jokowi.
Namun, setelah ada penjelasan dari partai, para relawan bisa memahami.
"Puluhan simpul relawan dari berbagai kota pada awalnya teman-teman memang kecewa, tetapi setelah dijelaskan, setelah komunikasi dengan saya, artinya mereka bisa memahami Pak Prabowo sebagai pemimpin kalau kita jadi menteri," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Habiburokhman menyamakan situasi yang dialami Prabowo dan Gerindra saat ini dengan situasi ketika Gerindra hendak mengusung Anies Baswedan pada Pilkada DKI 2017.
Kala itu, Anies ditolak relawan Gerindra karena sepak terjangnya pada Pemilu 2014 yang kerap "menghajar" Prabowo.
Namun, atas pertimbangan Prabowo saat itu, Gerindra mantap mengusung Anies bersama Sandiaga Uno. Anies pun terpilih menjadi gubernur DKI.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.