JAKARTA, KOMPAS.com - Sabtu (26/10/2019) pukul 01.00 WIB, Andi (68) masih duduk di bawah kolong jembatan di depan Universitas Trisaksti, Grogol, Jakarta Barat.
Ia tidak sendiri. Di lokasi yang sama, ada tujuh teman Andi lainnya. Sebagian sudah tertidur pulas.
Mereka adalah tukang gali yang biasa mangkal di tempat tersebut. Rata-rata mereka sudah berusia lanjut.
Lantaran tak punya tempat tinggal di Jakarta, mereka memilih kolong jembatan sebagai tempat beristirahat sekaligus menunggu orderan.
Sambil duduk di atas terpal dan kardus, mata Andi terus memandang ke jalan, berharap ada orang yang mengajak kerja atau sekadar memberi makan.
"Biasa kalau jam segini ada yang ngasih sembako, kadang-kadang makanan. Ini lagi sepi-sepinya," ucap Andi saat berbincang dengan Kompas.com.
Andi yang merupakan warga Semarang mengaku sudah belasan tahun menjadi tukang gali di Jakarta.
Dulu, Andi bercerita, banyak teman seprofesinya yang mangkal. Namun, kini tinggal sedikit yang bertahan.
Setiap hari, mereka menunggu mandor yang membutuhkan jasa mereka.
Setelah mendapatkan penjelasan pekerjaan yang harus dilakukan, mereka langsung dibawa ke tempat proyek.
"Biasanya mandor kesini. Mereka jelasin kerjaannya, biasanya langsung kerja malam atau besoknya," ujar Andi.
Andi biasanya kerja secara berkelompok. Satu kelompok bisa terdiri dari tiga sampai lima orang, tergantung kebutuhan.
Sejak dulu hingga saat ini, mereka bekerja menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul.
"Kita punya alat-alatnya kaya gini cangkul, godem di bungkusan karung," kata Andi.
Bila proyeknya besar, Andi dan teman-temannya bisa menginap di sekitar proyek atau rumah sementara yang disediakan bagi pekerja.