Sepi order digerus mesin
Andi merasakan semakin lama orderan galian makin dikit. Ia menduga, para mandor kini lebih memilih menggunakan mesin.
Menggali menggunakan mesin tidak membutuhkan banyak pekerja. Selain itu, lebih cepat selesai.
"Sekarang lagi sepi. Beda sama jaman dulu, gampang (dapat orderan), sekali proyek orang banyak. Kayak gampang banget. Sekarang agak gimana ya, mungkin karena ada mesin-mesin yang kecil itu lebih cepat kerjanya," ucap Andi.
Andi dan teman-temang biasanya menggarap galian di wilayah perkantoran atau perumahan.
Sehari, mereka diberi upah Rp 150.000 sampai Rp 200.000.
Sebagian hasil kerja tersebut dikirim Andi untuk keluarganya di kampung.
Witno (65), tukang gali lainnya mengaku masih semangat bertahan dengan profesinya. Ia enggan mengemis untuk bertahan hidup.
Sama seperti Andi, Witno juga menyisihkan penghasilannya untuk keluarga di kampung.
"Kita kan punya keahlian, ada alat juga. Ya sudah gunakan itu aja untuk bekerja. Yakin lah rezeki gak kemana, walaupun ya selama ini lagi sepi-sepinya order," ucap pria asal Brebes, Jawa Tengah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.