Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Kemudian Menderita karena Dicap PKI

Kompas.com - 28/10/2019, 11:41 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.

JAKARTA, KOMPAS.com – Siapa Gubernur DKI Jakarta dengan masa kepemimpinan tersingkat?

Sejarah mencatat, ada tiga nama yang masa jabatannya tak sampai 1 tahun, yaitu Daan Jahja (Desember 1949-Februari 1950), Henk Ngantung (Agustus 1964-Juli 1965), dan Soemarno Sosroatmodjo (Juli 1965-April 1966).

Dari tiga nama itu, Henk Ngantung boleh jadi yang paling “apes”.

Daan Jahja menjabat sedemikian singkat sebagai Gubernur Militer Jakarta, hanya tiga bulan. Ia ditunjuk Presiden Soekarno memegang kendali Ibu Kota setelah Indonesia secara resmi diakui kedaulatannya seusai Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Kondisi politik nasional saat itu masih labil.

Baca juga: Henk Ngantung, Desainer Tugu Selamat Datang di Bundaran HI yang Jadi Gubernur

Sementara itu, Soemarno Sosroatmodjo sudah lebih dulu merasakan tampuk kepemimpinan DKI pada 1960-1964. Empat tahun menjabat, ia digantikan Henk Ngantung, wakilnya selama 4 tahun itu.

Kepemimpinan periode kedua Soemarno yang berlangsung tak sampai 12 bulan juga sebatas menggantikan Henk Ngantung yang dicopot tiba-tiba dari posisinya pada Juli 1965.

Henk Ngantung tercatat sebagai orang etnis Tionghoa dan orang non-Muslim pertama yang menjadi gubernur Jakarta. Sialnya, tak lama setelah Henk ditunjuk Presiden Soekarno sebagai gubernur, ia dicopot tanpa sebab yang jelas.

Padahal, Henk punya kedekatan dengan Soekarno yang disinyalir berawal dari dunia seni.

Henk seorang pelukis andal yang beberapa kali diminta Soekarno mendesain sejumlah monumen, termasuk Tugu Selamat Datang dan Monumen Pembebasan Irian Barat.

Tahun 1965, aroma kekuasaan Soeharto mulai jelas tercium.

Karier Henk sebagai birokrat betul-betul tamat ketika ia dicap sebagai “pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia)”. Cap yang kemudian jadi kegemaran rezim Orde Baru di bawah Soeharto untuk melanggengkan kekuasaan otoriternya.

Tidak jelas dari mana tuduhan “pengikut PKI” itu berasal.

Baca juga: Soemarno Sosroatmodjo Sang “Gubernur Sampah”

Label itu jadi semacam wabah sampar yang diceritakan filsuf Perancis-Aljazair, Albert Camus. Cap “pengikut PKI” mampir begitu saja tanpa sebab, melekat tanpa dapat disembuhkan, dan membunuh korbannya yang tak tahu apa-apa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com