Tulisan di bawah ini adalah bagian dari Liputan Khusus "Teladan Para Mantan Gubernur DKI Jakarta". Simak kisah-kisah menarik mantan gubernur lainnya dalam tautan berikut ini.
JAKARTA, KOMPAS.com - Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, didesain oleh Henk Ngantung.
Tugu yang menampilkan sepasang pria dan wanita melambaikan tangan, menyambut orang datang ke Jakarta, adalah salah satu magnum opus Henk sepanjang hayatnya.
Tugu Selamat Datang digagas Presiden Soekarno. Patung iitu menghadap ke utara, tujuannya menyapa para delegasi Asian Games IV tahun 1962 yang tiba di Bandar Udara Kemayoran.
Kini, para tamu tak lagi datang dari Bandara Kemayoran di utara Bundaran HI. Namun, Tugu Selamat Datang yang didesain Henk tetap setia mengucapkan selamat datang kepada siapa pun dari belahan bumi mana pun.
Baca juga: Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Kemudian Menderita karena Dicap PKI
Henk merupakan seorang pelukis andal yang beberapa karyanya abadi hingga hari ini.
Sebelum ditunjuk sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Soekarno tahun 1964 – naik dari posisi wakil gubernur yang telah ia emban selama 4 tahun - Henk sudah menelurkan berbagai karya.
Harian Kompas mencatat, pria bernama lengkap Hendrik Joel Hermanus itu sudah menggurat sejumlah sketsa penting saat proses Perjanjian Linggarjati di Jawa Barat, sejak 10 November 1946 sampai ditandatangani di Paleis Rijswijk (Istana Negara), Jalan Veteran, Jakarta, 25 Maret 1947.
Sketsa-sketsanya detail. Ada sketsa Perdana Menteri Sutan Sjahrir menandatangani naskah perjanjian, Presiden Soekarno dan Prof Schermerhorn berbincang, Bung Hatta duduk bersama Van Mook, dan wartawan asing mengetik di tangga penginapan Perdana Menteri Sjahrir.
Baca juga: Soemarno Sosroatmodjo Sang “Gubernur Sampah”
Malah, sebelum Proklamasi, Henk mulai membidani lahirnya lukisan “Memanah” yang didedikasikan khusus bagi Soekarno. Lukisan itu ceritanya “saksi hidup” perjuangan Soekarno sejak era prakemerdekaan.
"Lukisan ’Memanah’ menyimpan banyak cerita revolusi,” kata Henk Ngantung sebagaimana dilaporkan Kompas pada 13 September 2014.
Lukisan “Memanah” mulai dikerjakan Henk pada akhir 1943. Karena keterbatasan kanvas, ia menorehkannya di atas landasan tripleks berukuran 152 x 152 sentimeter.
Lukisan cat minyak itu diikutkan dalam pameran Keimin Bunka Sidhoso (Lembaga Kebudayaan Jepang) di Jakarta pada 1944. Soekarno menonton pameran dan kepincut.
Beberapa pekan setelahnya, Bung Karno menyambangi kediaman Henk dan menyatakan keinginannya membeli lukisan itu.
Sebelum ”negosiasi” harga, Bung Karno menyoroti kelemahan pada penggambaran lengan. Bung Karno lantas memeragakan lengan orang memanah. Henk memperhatikan. Jadilah lengan Bung Karno sebagai model.