Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSI Sebut Ada Perbedaan antara Data Anggaran di Atas Kertas dengan Tampilan Proyektor

Kompas.com - 07/11/2019, 11:15 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi PSI Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Idris Ahmad mengungkapkan, banyak hal yang membingungkan anggota DPRD selama pembahasan anggaran Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.

Selama dua pekan pembahasan, ada banyak kegiatan yang anggarannya ditambah dan dikurangi, bahkan ada kegiatan baru yang diusulkan atau dihapus tanpa dasar surat atau penjelasan resmi yang bisa dijadikan pegangan.

"Yang jadi masalah utama saat ini adalah, ternyata tidak ada data yang bisa jadi rujukan bersama. Ada banyak versi, ini membingungkan para anggota DPRD dan publik. Kalau kami tidak jeli, kami pun dibuat bingung ini anggaran versi mana yang dibahas di rapat komisi," ungkap Idris dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Kamis (7/11/2019).

"Saya khawatir pola anggaran siluman terjadi lagi, anggaran yang tidak ada di Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ataupun di KUA-PPAS awal, tiba-tiba muncul," lanjutnya.

Menurut Idris, berbagai versi revisi dan hasil pembahasan anggaran itu akan menyulitkan anggota dewan untuk melakukan analisa.

Ia mencontohkan, saat rapat komisi ada perbedaan rekapitulasi data antara Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) dan para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Baca juga: PSI Kerap Bongkar Anggaran Janggal, F-Gerindra : Genitnya Harus Dikurangi

Bahkan, data yang disampaikan SKPD di kertas print out rapat berbeda dengan yang dipaparkan di layar proyektor.

"Di sisi lain, di e-budgeting pagunya masih tetap Rp 95,9 T dan tiap-tiap anggota dewan memiliki catatan masing-masing. Ada banyak sekali versi hasil pembahasan, mana yang benar? Jangan sampai karena eksekutif panik, semua proses ini bukannya tambah rapi malah tambah berantakan," ucapnya.

Idris berpendapat akan sulit bagi DPRD untuk memastikan apakah hasil pembahasan telah tercatat dengan baik.

Jika hasil pembahasan hanya dicatat manual di kertas atau dengan Microsoft Excel, maka akan sulit untuk mengetahui adanya pengurangan dan penambahan anggaran secara akurat.

"Sulit memantau apakah ada anggaran siluman yang diselundupkan. Kita sudah punya sistem e-budgeting yang akuntabel, kami tidak ingin pencatatan manual yang rawan manipulasi," tambah Idris.

Baca juga: Hindari Anggaran Siluman, F-PSI Minta Pemprov DKI Unggah KUA-PPAS Sebelum Dibahas di Banggar

Untuk itu PSI mendesak agar seluruh anggaran dibuka kepada publik dengan diunggah ke situs resmi apbd.jakarta.go.id.

Apalagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerbitkan Pergub No 28 Tahun 2019 mengenai implementasi e-budgeting.

"Artinya, input di sistem e-budgeting harus menjadi referensi utama perencanaan anggaran di Jakarta. Fraksi PSI meminta demi tertibnya proses perencanaan anggaran dan menghindari anggaran siluman, pihak eksekutif harus menginput hasil pembahasan ke sistem e-budgeting sebelum rapat Banggar," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Megapolitan
Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Megapolitan
Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

Kronologi Kecelakaan Mobil Yaris di Tol Cijago Depok yang Tewaskan Petugas Kebersihan

Megapolitan
Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari 'Beban Mental'

Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior Belum Dibawa ke Rumah, Keluarga Hindari "Beban Mental"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com