Putra sulung Nunung, Bagus Permadi mengakui, sudah sejak SD mengetahui ada gangguan kecemasan yang dialami ibunya.
Panik yang dialami ibunya tidak seperti orang normal pada umumnya, salah satu yang memicu kepanikannya apabila berkaitan dengan keluarga.
Bagus mengatakan, ibunya adalah sosok yang sangat dekat dan memperhatikan keluarga.
Sebagai tulang punggung utama keluarga, apabila mendengar kabar-kabar kurang enak tentang keluarga akan memicu kecemasannya.
Sehingga, lanjut dia, keluarga sangat menjaga agar kabar yang disampaikan jangan sampai menimbulkan kepanikan dan kecemasan sang bunda.
Tapi uniknya, kecemasan Nunung itu sirna ketika dia sedang bekerja di layar kamera.
Kondisi ini pula yang membuat hakim Djoko Indiarto tidak percaya dengan keterangan saksi ahli yang mengatakan Nunung depresi.
"Mbak Nunung ini kan kerjanya cengengesan kok bisa depresi, ko enggak percaya?" tanya hakim Djoko kepada saksi ahli pada persidangan 23 Oktober lalu.
Saksi ahli Herny menjelaskan, penyakit depresi dikenal dengan seribu wajah. Satu di antara empat orang yang ada di ruang sidang ini bisa terkena depresi, tapi tidak ada wajah-wajah mereka yang menunjukkan apakah mereka depresi atau tidak.
"Depresi itu bisa terselubung, kondisi-kondisi yang kita lihat mbak Nunung ceria dan komedian, bukan berarti dia lepas dari pada kondisi cemas atau tertekan. Bahkan kita tahu tokoh-tokoh komedian itu meninggalnya karena depresinya. Jadi depresi disebut WHO adalah penyakit yang kemungkinan di 2025 akan menjadi penyakit nomor satu," kata Herny.
Wajah penuh tawa, tangis, dan cemas terekam selama perjalanan kasus penyalahgunaan narkoba yang membelit Nunung dan suaminya.
Gambar Nunung mengenakan pashmina merah menangis saat rilis kasus di Mapolda Metro Jaya, Senin (22/7) terekam kuat di memori publik.
Dua bulan lebih menjalani rehabilitasi, Nunung kembali muncul ke publik saat menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan awal Oktober.
Dengan wajah lebih ceria, meski dia mengaku berat badannya sempat turun lima kilogram lalu naik lagi 2,5 Kg.
Bagus Permadi, putra Nunung, mengatakan, ibunya terlalu menyembunyikan sakitnya kepada keluarga, tidak ingin membebani keluarganya.
Padahal ketika kepanikan dan kecemasan muncul reaksi yang ditampilkannya adalah menangis bahkan hampir pingsan.
"Mama itu selalu menutupi apa yang menjadi pikiran dan bebannya, menutupi dari keluarga dan masyarakat. Orang depresi itu seperti memakai topeng seribu wajah, bisa menghibur orang tapi padahal dia sendiri terbebani," kata Bagus.
Nunung akan terlihat cerita dan tertawa lepas ketika sudah pulang ke Solo, berkumpul bersama keluarga besar dan ke-12 anaknya.
Keluarga adalah hiburan bagi Nunung dan juga sumber tawanya, kata Bagus.
Ikhlas menjadi senjata ampuh Nunung untuk melalui ujian hidup yang menghampirinya, ditambah doa dalam setiap shalatnya.
Masa rehabilitasi membantu memulihkan kondisi Nunung dan suami, serta bertekad tidak akan menyentuh narkoba lagi.
"Hidup lebih teratur, lebih disiplin ikut aturan yang ada dan tidak memikiran hal-hal yang itu lagi. Ya .. tidak kepengin menggunakan lagi," kata Nunung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.