Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengadu Nasib di Kawasan Kota Tua, PKL: Kalau Enggak Dagang, Mau Makan Apa?

Kompas.com - 17/11/2019, 07:32 WIB
Audia Natasha Putri,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.COM - Langit sedang terik-teriknya saat sejumlah kendaraan berjalan di Pintu Selatan Stasiun Jakarta Kota yang tiba-tiba berhenti pada siang itu.

“Macet lagi, macet lagi,” keluh salah satu pengendara motor yang terjebak macet di depan Pintu Selatan Stasiun Jakarta Kota.

Di seberang Gedung BNI yang terletak di sebelah akses pintu keluar Stasiun Jakarta Kota terlihat antrean manusia lalu lalang melewati jalur pedestrian.

Kepadatan itu menyatu dengan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang trotoar ke arah wisata Kota Tua. Pemandangan kian semrawut.

Mayoritas PKL menjajakan aneka makanan dan minuman kerap berjualan di ruas jalan. Para pedagang tersebut tak sadar bahwa tindakannya membuat jalanan macet.

Baca juga: PKL Padati Jalur Pedestrian Kota Tua

Aktivitas jual-beli antara pedagang dan wisatawan kerap mengganggu akses jalan para pejalan kaki lainnya. Tak jarang para pejalan kaki harus berdesak-desakkan saat berjalan di jalur pedestrian tersebut.

Barang dagangan yang memenuhi sisi trotoar kerap menganggu sehingga membuat sulit pejalan kaki jalan yang sedang melintas.

Leha (40), salah satu pedagang yang berjualan di jalur pedestrian di seberang Gedung BNI mengaku terpaksa berjualan di Kota Tua karena tuntutan hidup. Penjual gorengan dan mie itu sadar kalau apa yang dilakukannya menyalahi aturan.

“Kalau ga dagang, mau makan apa?” ujar Leha.

Leha sadar bahwa tindakannya salah, namun tak ada pilihan lain karena kerasnya hidup membuat ia terpaksa melanggar aturan. Tidak seperti PKL lainnya, Leha tetap nekat berjualan ketika ada penertiban oleh Satpol PP.

"Di sini aja. Saya cari makan di sini. Di sini kan tempat wisata, jadi wajar banyak PKL," tambahnya.

Leha mulai berjualan di kawasan Kota Tua selama dua tahun. Perempuan yang berasal dari Pasar Baru ini mulai menjajakan dagangannya sekitar pukul 11 siang.

Baca juga: Serunya SunMoRi Jelajahi Kota Tua Jakarta Naik Motor Listrik

 

Dalam sehari, Leha mendapat omzet yang tidak menentu, tergantung banyaknya wisatawan.

Memang tindakan para PKL yang berjualan di trotoar sudah menyalahi aturan. Kerasnya hidup di Jakarta membuat mereka terpaksa melanggar aturan demi keberlangsungan hidup.

Seharusnya pemerintah lebih memikirkan nasib para PKL yang mengais rezeki di Kota Tua. Menyingkirkan mereka bukan solusi terbaik, namun membiarkan mereka juga hanya akan menambah semrawut kawasan Kota Tua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com