Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hery Bertarung dengan Derasnya Banjir demi Selamatkan Diri

Kompas.com - 02/01/2020, 18:38 WIB
Walda Marison,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ada nikmatnya tidur pulas yang bisa dirasakan Hery saat menyambut pergantian tahun 2019-2020.

Sejak pagi buta pada 1 Januari kemarin, pria lima anak ini sibuk mendengar informasi dari media bahwa ketinggian air di pintu air Katulampa sudah siaga.

Hujan deras tiada henti menguatkan firasatnya bahwa rumah yang dia tempati akan dilanda bencana banjir.

Baca juga: Terkepung Banjir di Kelapa Gading, Pasangan Ini Tetap Langsungkan Pernikahan

Sebagai penduduk yang tinggal di bantaran Kali Mampang, insting Hery mengirim "sinyal" bahwa dia harus segera mengarahkan istri dan kelima anaknya agar bersiap menaikkan barang-barang berharga ke lantai dua rumahnya.

Benar saja, sejak pukul 03.00 dini hari air mulai naik kepermukaan permukiman. Deras, coklat dan banyak lumpur. Benar-benar khas air luapan kali. 

Namun, ada sedikit perasaan "menganggap remeh" dari dalam diri Hery. Dia berpikir banjir mungkin saja hanya setinggi tulang kering kaki orang dewasa, seperti yang sudah-sudah.

"Makanya saya suruh anak-anak saya untuk mengungsi lebih dahulu. Biar saya saja yang beresin barang-barang sendiri," ujar Hery saat ditemui di rumahnya, Kamis (2/1/2019).

Pagi pun datang, matahari  mulai menampakkan cahayanya di balik awan mendung. Namun, di saat itu Hery merasakan ada yang aneh dengan rumahnya.

Dari lantai dua, dia merasakan rumahnya yang berbahan dasar semen, papan, dan kayu mulai bergoyang-goyang. Bingung bukan kepalang, dia pun mencoba menengok keluar.

Dia pun terkejut, ternyata air semakin meninggi dengan arus yang semakin deras pula. Dari yang tadinya santai, perlahan jantungnya mulai berdegup kencang menandakan kepanikan.

Masuk pukul 08.00 WIB, keadaan mulai makin parah karena air semakin tinggi, kurang lebih mencapai 2 meter. 

Baca juga: Terkepung Banjir di Kelapa Gading, Pasangan Ini Tetap Langsungkan Pernikahan

Rumah di kanan kirinya pun sudah dilalap air yang meluap dari Kali Mampang.

Hery mengaku heran, sudah hampir 24 tahun dia tinggal di sana, tetapi baru kali ini merasakan banjir dengan ketinggian air begitu cepat.

Biar bagaimanapun, Hery juga ingin menyelamatkan diri, mengingat keluarga dan para tetangganya sudah mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

"Tinggal saya sendirian. Yang lain sudah ngungsi," ujar dia sambil sesekali menghisap pipa tembakau (cangklong) di tangan kirinya.

Ingin turun ke ruang tamu, tetapi air sudah menguasai seisi ruangan di rumahnya. Mau tidak mau, dia pun menyelam masuk ke air agar bisa ke luar rumah.

"Begitu jam 8 pagi kok makin tinggi-tinggi. Saya enggak bisa turun, saya akhirnya nyelam ke bawah. Yang penting saya amanin aja," tutur dia.

Dengan pakaian seadanya dan tangan ke atas sambil memegangi karung berisi pakaian, dia nekat menerjang derasnya air.

Dia pun keluar melalui pintu depan rumah yang langsung berhadapan dengan kali. Saat keluar, benda apa saja dia pegangi agar badan kurusnya tidak terbawa hanyut oleh aliran air.

Baca juga: Kemendagri Minta Kepala Daerah Tak Saling Menyalahkan Soal Banjir Jabodetabek

Persis di samping kiri pintu rumahnya ada gang kecil yang lebarnya kurang lebih 50 sentimeter. Dia pun masuk ke gang tersebut.

"Tembok kanan kiri saya pegangi kerena takut terbawa arus. Soalnya saya harus turun (dari rumah). Takut rumah roboh," kata pria yang beralamat di  Jalan Kemang Timur III, RT 06/04, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini.

Gang kecil tersebut membimbing Hery ke belakang rumahnya. Ternyata di belakang rumah Hery pun sudah mengalir air setinggi dua meter dengan deras.

Baca juga: Kantor Dukcapil Kota Bekasi Terendam Banjir, Dokumen Warga Diperkirakan Rusak

Lagi-lagi dia harus bertarung dengan derasnya air. Masih dengan posisi sama, tangan di atas memegangi karung berisi baju, dia langsung belok ke arah kanan setelah keluarga gang. Di sanalah dia mencoba naik ke atas permukiman yang lebih tinggi. 

Hery berhenti di tanah kuburan, yang posisinya jauh lebih tinggi dari rumahnya.

Kondisi air setinggi 2 meter itu terus terjadi sepanjang hari, bahkan hingga larut malam. 

Air mulai surut sekitar pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Perlahan air turun hingga ketinggian sekitar 30 sentimeter, persis seperti pantauan Kompas.com saat datang ke lokasi.

Saat ini dia beserta keluarganya sedang membersihkan seisi rumah yang dipenuhi lumpur. Sembari membenahi rumah, dia berusaha mencari beberapa barang yang mungkin masih bisa dipakai.

"Ya beginilah, kalau Kali Mampang sudah 'ngamuk',  ya sudah. Satu kelurahan kena (banjir)," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com