Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Tak Ada Lagi Simpang Siur Penanganan Covid-19 di Rumah Sakit

Kompas.com - 17/03/2020, 14:31 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Manusia punya kecenderungan khawatir terhadap sesuatu yang tak mereka tahu. Di tengah simpang siur soal pandemi Covid-19 akibat virus corona baru, kecenderungan itu wajar menjadi-jadi.

Setiap orang berhak merasa resah atas kesehatan tubuhnya di tengah pandemi ini.

Masing-masing orang pun layak merasa gundah bila kenyataannya bahwa sesuatu yang dianggap bisa meredam kecemasan ini, yakni rumah sakit, justru menambah panjang deretan ketidakpastian yang mereka alami.

Baca juga: Vaksin Corona Ditemukan, Akan Diuji Coba ke 45 Orang Sukarelawan

Kompas.com mewawancarai dua orang yang secara proaktif memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur, pada Senin (16/3/2020). RSUP Persahabatan adalah salah satu rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.

Keduanya datang dari latar belakang berbeda, tetapi dengan dorongan yang sama, yakni hendak memastikan potensi infeksi virus corona di tubuh mereka.

Dari setiap jawaban yang mereka peroleh, terselip sederet ketidakpastian yang ditandai oleh penanganan yang berbeda, sejumlah prosedur yang tak sama, serta aneka hal yang menyisakan tanya.

Begini kisah mereka...

A (bukan inisial) seorang wartawan yang sehari-hari meliput di Bekasi, Jawa Barat. Jauh sebelumnya pada Selasa, 4 Maret 2020 siang, ia mendatangi kediaman keluarga di Tambun, Bekasi yang baru saja kehilangan ayah sekaligus suami mereka beberapa jam sebelumnya.

Ia berniat meminta keterangan pihak keluarga atas kematian pegawai BUMN tersebut, yang dikabarkan diduga terinfeksi Covid-19.

A bahkan ikut dalam prosesi pemulasaran jenazah mendiang yang dilakukan mengikuti prosedur pemulasaran jenazah pasien Covid-19.

Padahal, mendiang sempat dirawat di Rumah Sakit Dr Hafiz (RSDH), Cianjur, Jawa Barat sebelum dinyatakan meninggal karena penyakit jantung –negatif Covid-19.

Baca juga: Satu Malam Berkerumun di Ruang Isolasi RSUD Pasar Minggu...

Sebagai wartawan, A mewawancarai keluarga mendiang dalam jarak dekat ketika itu.

Tak, sampai sepekan setelah menghadiri pemulasaran jenazah, ia flu dan demam hingga tak masuk kerja. Gejala serupa dialami dua rekannya sesama pewarta di Bekasi.

Waktu itu, A yakin penyakitnya bukan hasil terpapar virus corona yang sedang merebak. Buktinya, ia berhasil sembuh dengan berobat ke klinik dan istirahat di rumah.

Minggu, 15 Maret 2020, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil muncul di hadapan pers, mengumumkan bahwa istri dan anak mendiang dinyatakan positif Covid-19, tertular dari mendiang.

Emil turut memastikan bahwa mendiang yang mulanya dinyatakan wafat akibat penyakit jantung, tutup usia dalam kondisi terinfeksi Covid-19.

Kabar itu mengejutkan banyak pihak, termasuk A. Ia merunut kembali riwayat kontaknya dengan keluarga mendiang.

Senin, 16 Maret 2020, A memutuskan periksa ke Rumah Sakit Umum Persahabatan, rumah sakit rujukan Covid-19 yang paling dekat dengan kediamannya.

Di sana, tanpa dinyana ia bertemu B (bukan inisial), seorang pegawai swasta yang merupakan kenalannya. B sudah sekitar 1,5 jam menanti pemeriksaan lebih awal dari A yang datang pukul 09.40 WIB.

Tanpa arahan dari pihak rumah sakit, A masuk ke poli khusus. Di sana, ia mengisi formulir berisi pertanyaan soal gejala batuk, sesak napas, dan konsumsi obat, serta beberapa butir pertanyaan lain.

Baca juga: Cerita WNI Pulang dari Negara Terjangkit Corona Lalu Periksakan Diri di RSUD Pasar Minggu

Formulir itu tak berisi pertanyaan soal riwayat kontak dengan pasien Covid-19, murni menelusuri gejala yang ia alami saja.

“Saya tidak dapat nomor antrean. Tidak ada juga layar yang menampilkan daftar tunggu,” kata A soal ketidakpastian saat menunggu giliran. Ia bahkan meninggalkan ruang tunggu untuk makan siang tanpa bisa fokus menyantap makanan karena khawatir namanya kadung dipanggil saat ia di luar.

Ketidakpastian sejenis juga dialami oleh B yang mendadak disuruh pindah dari poli khusus ke Ruang Isolasi Pinere sebelum pukul 10.00 WIB.

B mengalami gejala batuk dan sedikit sesak napas. Ia memeriksakan diri ke RSUP karena khawatir terpapar Covid-19 di bus Transjabodetabek yang tiap hari ia tumpangi ke kantor.

Kondisi di luar Ruang Isolasi Pinere tidak teratur. Tidak ada manajemen rumah sakit, selain satpam. Tidak ada pembatasan jarak antara pasien satu dengan yang lain.

Orang bebas keluar-masuk. Suasana di ruang tunggu saat itu seperti keadaan rumah sakit sehari-hari yang tidak menghadapi pandemi, kecuali beberapa perawat yang mengenakan APD (alat pelindung diri) lengkap di dalam ruang isolasi.

“Ada peluang orang yang sehat bisa jadi kena. Enggak ada social distancing. Enggak steril banget,” kata B.

“Saya hanya menunggu dipanggil tanpa nomor antrean. Mungkin mereka (rumah sakit) kaget saat itu, ya, karena orang banyak yang paranoid dan sedikit-sedikit periksa, jadi jumlahnya mendadak melonjak.”

B kemudian mendapat kesempatan tes anatomi, termasuk di dalamnya timbang berat badan dan tekanan darah. Tes itu dilakukan di ruangan yang dapat dilihat oleh orang lain.

“Di situ saya ditanya-tanya, ada gejala apa, pernah kontak atau tidak,” kata B.

Sementara itu, A perlu menunggu sampai pukul 12.00 WIB untuk dites anatomi. Beruntung, hal itu membuatnya dapat menuntaskan makan siang.

Berbeda dengan B, A tidak ditanya apa-apa. Sekadar menjalani prosedur pemeriksaan saja, kata dia, tanpa wawancara dengan petugas medis.

Baca juga: Protokol Peliputan Corona bagi Jurnalis, Kenakan APD dan Tak Paksakan Diri jika Sakit

Berikutnya, A merasa beruntung karena panggilan kedua lebih cepat, sehingga ia tak perlu lama-lama menanti tanpa kepastian tanpa nomor urut.

Pukul 13.00, ia diminta tes darah. Lagi-lagi ia tak diberitahu untuk apa tes darah ini dilakukan. Selesai tes darah, ia kembali diminta menunggu.

Pukul 14.00, ia dipanggil lagi. Kali ini, ia diminta foto di depan mesin Sinar-X, sehingga pemeriksaan dilakukan di ruang eksklusif. Petugas medis tak memberi tahu tujuan foto ini.

Panggilan terakhir agak lama. Usai 2 jam menanti, A beroleh kesempatan berinteraksi dengan dokter perempuan yang mengenakan APD lengkap. Tidak ada wawancara di sana. Dokter hanya mempresentasikan hasil serangkaian tes yang A lalui sejak tengah hari.

“Aman, ya, paru-parunya bersih enggak ada apa-apa. Pneumonia enggak ada, darahnya juga bagus,” kata A menirukan ucapan dokter kala itu.

A kemudian bertanya perihal tes swab, yakni pengambilan sampel spesimen lendir tenggorokan yang krusial menentukan seseorang negatif atau positif Covid-19.

“Saya bilang, saya kemarin kontak pasien Covid-19, enggak usah tes swab?” ucap A.

“Enggak. Tes swab itu untuk orang bergejala. Kamu enggak ada pneumonianya, enggak usah. Kalau ada tanda-tanda gejala, baru ke sini lagi 14 hari,” balas dokter.

“Tapi saya kontak dengan pasien Covid-19?” tanya A bingung, karena beberapa koleganya sesama pewarta yang pernah kontak dengan Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan yang positif Covid-19, diisolasi di beberapa rumah sakit di Jakarta, Minggu (15/3/2020).

Baca juga: Kepala PPATK Tutup Usia karena Pneumonia, Ginjal, hingga Diabetes

“Iya, tidak masalah. Isolasi saja di rumah,” tegas dokter itu.

A selesai menjalani pemeriksaan, namun tak tahu harus menanti sampai berapa lama untuk bayar biaya tes sebesar Rp 705.000. Sementara di Pinere, B bahkan belum menjalani tes rontgen sejak ia datang ke RSUP pukul 08.00 pagi.

“Saya tes darah sebelum makan siang. Itu pun saya menyelinap masuk ke Ruang Isolasi. Baru kemudian dicari formulirnya, lalu dites,” kata B.

“Tadinya saya mau menyerah, karena enggak ada kepastian sampai pukul 17.00. Eh tiba-tiba dipanggil untuk tes swab, karena saya ada gejala,” tambahnya.

Padahal, B belum diambil tes rontgen di hadapan Sinar-X untuk melihat kondisi paru-parunya. Tes rontgen dijadwalkan sekitar pukul 19.00 WIB, memaksa B bertahan hingga malam hari.

“Kebalik-balik memang,” ujar dia, “kita enggak ngerti lah pertimbangan dokternya apa.”

Jadwal itu molor karena tiba-tiba, dari arah pintu masuk, beberapa petugas dengan APD lengkap tampak memboyong seorang suspect Covid-19 yang terbaring di ranjang dorong menuju Ruang Isolasi Pinere. Para pasien lain diminta jaga jarak 2 meter.

Kala tes rontgen pun, sama seperti A, B hanya menjalani prosedur pemeriksaan biasa tanpa diberi tahu fungsi dan tujuan masing-masing tes oleh petugas medis.

Namun, B tidak seperti A yang dapat meninggalkan rumah sakit dengan kepastian soal kondisi tubuhnya. Ia bahkan pulang, di waktu yang cukup larut – pukul 21.30 -- tanpa kepastian harus membayar biaya pemeriksaan.

“Kalau disuruh bayar, saya akan bayar. Saya konsekuen. Saya belum tahu harus bayar atau tidak. Paling nanti saat ambil hasil tesnya,” ujar B.

“Hasil tes juga karena sudah malam, belum keluar. Paling saya kalau mau ambil besok,” ia menambahkan.

“Saya jadi tidak ada konsultasi dengan dokter soal riwayat dan gejala. Hanya di tes pertama tadi saat tes anatomi, ketika ditanya-tanya.”

Keterangan RSUP dan pemerintah

Manejemen RSUP Persahabatan mulai hari ini, Selasa (17/3/2020) tak lagi melayani pemindaian Covid-19 bagi pengunjung yang sehat, digantikan dengan posko konsultasi.

Pasalnya, selama ini banyak pengunjung yang dalam kondisi sehat datang ke RSUP Persahabatan untuk screening corona. Padahal pihak rumah sakit lebih mengutamakan orang yang sakit.

"Kami tidak lakukan screening (Covid-19) lagi. Kami nanti hanya membuka posko untuk konsultasi. Kalau misalnya kami lihat oh (orang) ini (berstatus) ODP (orang dalam pemantauan), ya kami akan periksa tapi kami tidak akan mengarahkan orang sehat untuk periksa. Kan selama ini kami punya poli isinya orang sehat semua, jadi itu (screening corona) tidak kami lakukan lagi," ujar Direktur Utama RSUP Persahabatan, Rita Rogayah, Senin (16/3/2020).

Baca juga: RSUP Persahabatan Siap Jadi Rumah Sakit Utama Rujukan Pasien Covid-19

Rita menambahkan, RSUP Persahabatan siap dijadikan rumah sakit utama rujukan penanganan Covid-19. Adapun hingga Senin, RSUP Persahabatan sudah memulangkan 6 eks pasien Covid-19, merawat 6 pasien dalam pengawasan, dan merawat 14 pasien positif Covid-19.

"Kami sudah punya skenario 1, 2, 3. Sampai berapa blok kami buat untuk ruang isolasi. Tapi seandainya suatu saat RS Persahabatan ini harus menjadi RS rujukan Covid, maka semua pelayanan kami adalah pelayanan pasien Covid," ujar Rita.

"Mungkin terjadi? Mungkin. Itu yang kami siapkan kemarin kami rapat. Skenario 1, 2, 3, sampai terakhirnya kami adalah RS rujukan Covid, tidak terima pasien (penyakit) lainnya," lanjut dia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI (Litbangkes Kemenkes), Siswanto meminta masyarakat yang tak mengalami gejala infeksi virus corona tak memeriksakan diri ke rumah sakit.

Sebagai gantinya, masyarakat diminta menghubungi petugas Dinas Kesehatan setempat jika merasa pernah kontak dengan pasien positif Covid-19.

Ia berujar, rumah sakit sebetulnya berperan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat yang mengalami gejala sakit.

"Yang ke rumah sakit itu yang sakit. Ada sistemnya. Yang sakit masuk rumah sakit, yang kontak dekat, kontak saja kontak dekat, kalau kontak 50 meter ya enggak usah, itu ke Dinas Kesehatan," jelas Siswanto ketika dihubungi Kompas.com pada Senin (16/3/2020) petang.

Siswanto menuturkan, mekanisme ini disusun Kemenkes merujuk pada prosedur Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO).

"Kalau seperti itu (kontak dengan pasien Covid-19), datangi Dinas Kesehatan setempat. Bilang, 'Saya habis kontak ini, tolong saya bisa diambil swabnya atau tidak?'. Kan sistemnya itu, nanti namanya masuk dalam kategori penyelidikan epidemiologi atau contact tracing," jelas Siswanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com