Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/05/2020, 13:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deretan inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam merespons pandemi Covid-19 menjadi sorotan.

Terbaru, pemerintah mengizinkan moda transportasi umum kembali beroperasi walaupun diklaim hanya akan mengangkut penumpang dengan kriteria tertentu mulai Kamis (7/5/2020).

Kontroversi mencuat karena sebelumnya, pemerintah menghentikan operasional transportasi umum dari dan ke zona merah Covid-19, seperti Jabodetabek.

Baca juga: Respons Pemerintah Saat Hadapi Covid-19 Kalah Sigap Dibanding Flu Burung

Contoh tadi bukan kali pertama pemerintah terkesan inkonsisten. Mengambil satu contoh lain, seperti beda aturan antarkementerian, soal boleh atau tidaknya ojek online mengangkut penumpang saat PSBB.

"Hampir semua protap dalam menangani Covid-19 adalah protap yang inkonsisten," ujar pakar kebijakan publik dan ekonomi Ichsanuddin Noorsy kepada Kompas.com, Rabu (6/5/2020).

"Misalnya, muncul larangan mudik tapi pulang kampung boleh, inkonsisten. Melarang penerbangan domestik, tapi penerbangan internasional boleh. Melarang kedatangan orang (asing), tapi mendatangkan TKA (tenaga kerja asing)," tambah dia.

Baca juga: Jokowi: Kita Harus Hidup Berdamai dengan Covid-19 sampai Vaksin Ditemukan

"Walaupun akhirnya kedatangan 500.000 TKA dibatalkan, tapi yang muncul ke permukaan adalah inkonsistensi peraturan dan kebijakan."

Ichsanuddin menuding, pemerintah merumuskan kebijakan selama pandemi Covid-19 tidak berdasarkan kebutuhan riil masyarakat.

"Problemnya adalah soal pendataan lapangan. Akurasi kondisi lapangan itu, dalam bahasa kebijakan, tidak diperoleh oleh pemerintah. Anies (Baswedan, Gubernur DKI Jakarta) sendiri juga punya problem yang sama, buktinya bansosnya berantakan, karena akurasi dan aktualisasi lapangan tidak didapatkan," ungkap dia.

Baca juga: Duduk Perkara Riwayat Bansos DKI, dari Janji Anies hingga Keluhan Sri Mulyani

Di samping itu, berbagai kebijakan yang ditelurkan juga kerapkali mengalami kesulitan penerapan di lapangan, karena lemahnya koordinasi dan sinkronisasi antarinstansi.

"Masalah utamanya adalah tidak konsistennya kebijakan satu sama lain. Inkonsistensi kebijakan kan menggambarkan buruknya koordinasi," jelas Ichsanuddin.

"Model kebijakan begini, dalam analisis kebijakan publik namanya kebijakan yang tidak berbasis pada pengenalan masalah secara benar dan perumusan kebijakan publik secara benar. Jadi ini kebijakan publik yang buruk," tutur pria yang meraih gelar doktor di Universitas Airlangga itu.

Serangkaian inkonsistensi yang ditangkap publik dari kebijakan pemerintah selama menangani pandemi Covid-19 justru dinilai berpeluang jadi senjata makan tuan bagi pemerintah.

Pada tataran paling ekstrem, lanjut Ichsanuddin, rangkaian inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidakpercayaan sosial (social distrust).

"Ini akan meningkatkan apa yang saya sebut sebagai ketidakpercayaan masyarakat atau social distrust, legitimasi pemerintah jatuh," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com