Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Joang 45, Hotel Mewah yang Menjelma Markas Pemuda Revolusioner Jelang Kemerdekaan

Kompas.com - 17/08/2020, 06:00 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dari sederet museum yang ada di Ibu Kota, Museum/Gedung Joang 45 boleh jadi tak masuk dalam daftar museum dengan pamor mentereng.

Dari segi ukuran, museum ini juga kalah luas ketimbang Museum Nasional, Museum Bank Indonesia, atau Museum Fatahillah.

Meski begitu, Museum Joang 45 yang beralamat di Jalan Raya Menteng Nomor 31 ini merupakan gedung mewah pada zamannya.

Dengan warna dominan putih, sisa-sisa kemewahan itu menyembul dari marmer yang mengalasi lantainya serta barisan pilar besar di serambi yang menopang atap tingginya.

Gedung yang terpaut hanya 1-2 kilometer dari Stasiun Gondangdia ini mulanya milik sepasang suami-istri Belanda, LC Schomper dan AM Bruyn. Kelak, putra mereka, Frans “Pans” Schomper yang lahir pada 1926, menerbitkan buku berjudul "Maaf, Saya Anak Belanda Betawi".

Baca juga: Kisah Perjuangan dari Bekasi, Tanah Patriot dan Para Jawara yang Sulit Ditaklukkan Belanda

Dibangun pada 1939, gedung ini dibangun sebagai sebuah hotel mewah. Sesuai nama keluarga, hotel ini juga dinamai Schomper.

Dengan kemewahan menurut standar zaman itu, tak heran bila Hotel Schomper acapkali disinggahi para pejabat, baik pejabat Belanda maupun pribumi.

Nahas, masih seumur jagung, keluarga Schomper terpaksa kehilangan salah satu aset berharga mereka itu.

Kedatangan Jepang alias Nippon pada 1942 ke Batavia, diiringi dengan penyerahan tanpa syarat oleh Belanda, membuat aset-aset di Batavia turut disita.

Markas pergerakan pemuda

Adalah Anak Marhaen (AM) Hanafi, salah seorang pemuda yang terlibat gerakan revolusioner, yang kelak membuat tempat ini sarat nilai sejarah melalui perjuangannya bersama rekan-rekan sepergerakan.

Baca juga: Kisah Rumah Bersejarah Laksamana Maeda, Saksi Bisu Perumusan Naskah Proklamasi...

Mereka berhasil memperoleh izin dari Nippon untuk menjadikan eks Hotel Schomper sebagai asrama para pemuda. Sudah lepas status “hotel”, gedung ini diberi nama Gedung Menteng 31 merujuk pada alamatnya.

Harian Kompas pada 17 Agustus 2019 menulis, “saat meminta gedung itu pada Juli 1942, tentunya pihak Jepang yang baru memukul mundur kolonial Belanda di Indonesia tidak mengetahui tujuan asli asrama tersebut dibentuk oleh para pemuda”, mengutip buku karangan AM Hanafi sendiri, Markas Pemuda Revolusioner Angkatan 45: Membangun Jembatan Dua Angkatan (1966).

Rupanya, gedung ini bukan sekadar asrama. Gedung Menteng 31 perlahan menjelma kawah candradimuka bagi pemikiran-pemikiran radikal kaum muda dalam membidik kemerdekaan Indonesia.

Dalam bukunya, Hanafi menceritakan, asrama ini dibentuk usai para pemuda sepakat bahwa gerakan mereka mesti terorganisasi demi orientasi politik bersama. Melalui asrama ini, para pemuda menyusun aneka strategi demi merebut kemerdekaan dari tangan Nippon.

Maka, Gedung Menteng 31 lebih layak kemudian disebut “markas”, ketimbang “asrama”. Asrama ini kemudian membentuk badan yang diketuai Sukarni. Pemuda-pemuda jebolan sini kelak dijuluki sebagai Angkatan Baru Indonesia.

Baca juga: Napak Tilas Sejarah Taman Proklamasi, Area Pembacaan Teks Proklamasi hingga Perjuangan Tokoh Wanita

Di “Asrama Angkatan Baru Indonesia” inilah, gugusan gagasan para pemuda, sebut saja Sukarni, Wikana, Khairul Saleh, dan Aidit aktif di Gedung Menteng 31, ditempa hingga melahirkan gerakan yang revolusioner demi merebut kemerdekaan Indonesia.

Itu sebabnya, gerakan revolusioner para pemuda tak ikut surut meskipun pada Maret 1943 gedung ini diambil alih lagi oleh Badan Pertahanan Nippon. Nippon menjadikannya sebagai barak Pusat Tenaga Rakyat (Putera, kelak Jawa Hokkokai).

Markas boleh diambil alih, pikiran tidak.

Jebolan Gedung Joang mendesak Kemerdekaan sesegera mungkin Gerakan jebolan Gedung Menteng 31 memuncak ketika Nippon menyerah kepada Sekutu setelah kekalahan demi kekalahan pada 1945.

Setelah kabar takluknya Nippon tersiar, para pemuda Menteng 31 langsung bergerak.

Pada 15 Agustus 1945 malam, mereka berhimpun di salah satu ruangan Lembaga Bacteriologi di Pegangsaan Timur 17, Jakarta (sekarang Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia).

Pertemuan dipimpin oleh Khairul Saleh yang merupakan Wakil Ketua Asrama Angkatan Baru Indonesia. Pokok pertemuan waktu itu: Indonesia mesti mengumumkan segera kemerdekaannya. Mereka menolak jika kelak kemerdekaan Indonesia bernuansa “hadiah” dari Nippon.

Baca juga: Libur Panjang HUT RI, 361.236 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Sadar bahwa Soekarno dan Mohammad Hatta memegang kunci untuk menyatakan kemerdekaan, 2 pemuda yakni Wikana dan Darwis diutus untuk menemui keduanya.

Esok dini harinya – Soekarno dan Hatta “diculik” ke Rengasdengklok oleh pemuda-pemuda ini. Ya, peristiwa Rengasdengkok yang tersohor itu ditukangi oleh para pemuda jebolan Gedung Menteng 31.

Selanjutnya adalah sejarah. Diskusi alot antara para pemuda dengan Bung Karno dan Bung Hatta melahirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sehari berselang peristiwa “penculikan” itu.

Koleksi mobil Soekarno-Hatta sampai senjata Rusia

Gelora perjuangan para pemuda di Gedung Menteng 31 kini diabadikan melalui perubahan nama “markas tersebut” menjadi Gedung Joang 45.

Pada 19 Agustus 1974, Presiden Soeharto meresmikannya sebagai museum, setelah Gubernur DKI Jakarta merampungkan pemugaran gedung yang dimulai sejak September 1973.

Meski sarat sejarah, sayangnya museum ini tak banyak dikunjungi dibandingkan museum-museum lain yang lebih tenar di Jakarta.

Lantas, apa saja koleksi Gedung Joang 45 yang dapat kita telusuri kini?

Pintu masuk museum diapit oleh patung dada Bung Karno dan Bung Hatta. Ada gambar serta cap tangan para perempuan pendekar, seperti Fatmawati, RA Kartini, Martha Christina Tiahahu, Tjut Nyak Dien, dan lain-lain.

Gedung terbagi ke dalam 6 area utama. Terdapat sejumlah diorama yang melukiskan suasana Gedung Menteng 31 jelang Kemerdekaan.

Selebihnya, ada setidaknya 2.500 koleksi, baik lukisan, dokumen, dan patung di Gedung Joang 45. Gedung ini juga dilengkapi perpustakaan, ruang pameran, dan ruangan khusus untuk anak-anak

Di museum ini tersimpan Mobil REP.1, sedan limosin merek Buick pabrikan Amerika Serikat (1939). Mobil ini menjadi mobil kepresidenan pertama yang dimiliki Pemerintah Indonesia dan digunakan oleh Soekarno saat berdinas.

Bagaimana dengan mobil dinas Mohammad Hatta? Ada. Mobil Hatta sama-sama pabrikan AS, namun mereknya Desoto. Mobil ini mulanya milik Djohan Djohor, paman Hatta.

Terdapat pula mobil Peristiwa Cikini – insiden percobaan pembunuhan Soekarno pada 30 November 1957 – di antara deretan koleksi Gedung Joang 45.

Ada pula koleksi senjata. Salah satunya, senjata laras panjang merk Kirov, kaliber 762 buatan Rusia, dan senjata laras panjang merk Styer kaliber 762 buatan Austria. Kabarnya, keduanya direbut dari prajurit Jepang di Malang, Jawa Timur.

Selain senjata berpeluru, ada senjata anggar bambu yang diklaim merupakan sarana latihan Laskar Putri dalam pendidikan keprajuritan untuk menggunakan senjata tajam dalam pertempuran.

Pakaian Laskar Rakyat yang dipakai sewaktu berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia juga dipamerkan di sini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com