Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama dan Cintanya terhadap Manusia, Pendidikan, dan Wartawan

Kompas.com - 09/09/2020, 17:56 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Kompas Gramedia Jacob Oetama tutup usia pada Rabu (9/9/2020) di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Beliau meninggal dunia di usia 88 tahun karena mengalami gangguan multiorgan. Usia sepuh kemudian memperparah kondisi Jakob hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir.

Jakob dikenal dengan sosok yang sangat mencintai manusia. Minat dan kepekaan yang ia miliki pada masalah-masalah manusia dan kemanusiaan menjadi sebuah nilai spiritual di Kompas.

Dikutip dari VIK Kompas.com berjudul "Jakob Oetama: The Legacy", kecintaan Jakob terhadap manusia itu ia dapat sewaktu bersekolah di seminari menengah, sekolah calon pastor setingkat SLTA.

Baca juga: Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama Meninggal Dunia

"Saya sangat terbantu dan diperkaya oleh kepekaan humaniora yang terpupuk dan berkembang berkat pendidikan di seminari menengah," kata Jacob sebagaimana dituturkan dalam buku Syukur Tiada Akhir.

Dari seminari menengah ia pun mendalami ilmu manusia lewat falsafah dan sastra klasik. Ia juga gemar mendalami secara komprehensif masalah sosial budaya dan ekonomi.

Sebelum menjadi seorang wartawan, Jakob sejatinya bercita-cita sebagai guru. Ia bahkan meninggalkan seminari tinggi demi mengikuti panggilan hati seperti ayahnya yakni menjadi guru.

Baca juga: Jakob Oetama Meninggal Dunia karena Gangguan Multiorgan

Jakob pun merantau dari Sleman ke Jakarta atas petunjuk dari ayahnya. Ia diperintahkan untuk menemui Yohanes Yosep Supatmo, pendiri Yayasan Pendidikan Budaya.

Dari Supatmo, Jakob mendapatkan pekerjaan sebagai guru, tapi bukan di sekolah yang ada di Yayasan tersebut, melainkan SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat.

Setelah itu, Jakob sempat beberapa kali pindah mengajar.

Perjumpaan Jakob dengan dunia jurnalistik

Di tahun 1958, Jakob mendapatkan pekerjaan baru. Ia menjabat sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur. Tugas harian Jakob di media ini adalah sebagai pemimpin redaksi.

Di Penabur, Jakob banyak menulis soal ulasan sosial, politik dan budaya. Tapi tulisannya selalu tanpa nama.

Berdampingan dengan pekerjaan barunya, Jakob lulus B-1 Sejarah dengan nilai rata-rata 9. Ia pun direkomendasikan mendapat beasiswa di University of Colombia, Amerika Serikat.

Jika menerima tawaran tersebut, Jakob bisa menjadi sejarawan atau seorang dosen sejarah. Hal ini tentu membuat ia bimbang antara menjadi wartawan atau guru profesional.

 Baca juga: Jakob Oetama dan Cita-citanya sebagai Guru hingga Berubah Jadi Jurnalis

Jakob juga sempat diterima jadi dosen di Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung. Pihak Unpar bahkan menyediakan rumah dinas serta beasiswa untuk gelar PhD di Universitas Leuven, Belgia.

Di tengah kegalauannya itu, Jakob bertemu dengan Pastor JW Oudejans OFM, pimpinan umum di mingguan Penabur.

Lewat sebuah pernyataan singkat yakni "Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak," ia pun memantapkan hati.

"Itulah titik balik masa depan yang harus saya gulati. Menjadi wartawan profesional, bukan guru profesional," ujar Jakob.

Dirikan Intisari dan munculnya harian Kompas

Di tahun 1958, Jakob bertemu dengan Petrus Kanisius Ojong dalam sebuah kegiatan jurnalistik. Waktu itu, Ojong memimpin dua media, yakni harian Keng Po dan Star Weekly.

Dari pertemuan pertama, keduanya sering berjumpa di kegiatan sosial, politik, dan budaya.

Sampai akhirnya di tahun 1960-an situasi politik begitu mengekang di tengah pengaruh besar Partai Komunis di pemerintahan.

Di tahun 1961-1962, dua media yang dipimpin Ojong, Keng Po dan Star Weekly diberangus pemerintah karena sikap kritisnya.

 Baca juga: Jakob Oetama Berpulang, Ini Penghargaan Luar Negeri yang Pernah Diterimanya

Suatu hari, keduanya bertemu di pementasan sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa Tengah. Perjumpaan itu berlanjut dengan makan ayam goreng Mbok Berek.

Di tengah pembicaraan, Ojong mengajak Jakob mendirikan sebuah majalah baru. Media itu diproyeksi untuk menerobos kekangan informasi oleh pemerintah.

Akhirnya, berdirilah Intisari di tahun 1963. Majalah ini banyak memuat artikel-artikel cerita manusia yang membuka mata dan telinga masyarakat di tengah terbatasnya informasi.

Intisari terbit di hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-18. Sebanyak 10.000 eksemplar disebar ke berbagai daerah. Per eksemplar dijual seharga Rp 60 untuk wilayah Jakarta, Rp 65 di luar Jakarta.

 Baca juga: Duka Keluarga Kompas Gramedia Kala Ditinggal Jakob Oetama....

Majalah ini banyak merekrut penulis-penulis hebat di masa itu seperti Nugroho Notosusanto yang kelak menjadi Mendikbud di era Orde Baru.

Ada juga Soe Hok Djin (Arief Budiman) dan adiknya Soe Hok Gie yang dikenal sebagai aktivis mahasiswa, serta Kapten Ben Mboi yang kemudian jadi Gubernur Nusa Tenggara Timur.

Di tengah masa jaya Intisari, Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik meminta keduanya untuk mendirikan surat kabar Partai Katolik atas permintaan Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani.

Alasannya, waktu itu hampir semua partai memiliki media sebagai corong partai.

Dari usulan itu, Ojong dan Jakob bersepakat mendirikan koran. Meski diinisiasi oleh tokoh Partai Katolik, koran ini bukan menjadi corong partai.

Koran ini memiliki posisi berdiri di atas semua golongan, oleh karena itu bersifat umum, majemuk, cermin atas realitas Indonesia, diatas suku, agama, ras dan latar belakang lainnya.

"Dia harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," kata Jakob.

Koran ini pertama kali diberi nama Bentara Rakyat dan motonya Amanat Penderitaan Rakyat. Tapi Bung Karno tak sepakat dengan nama itu. Lewat Frans Seda, ia mengusulkan nama Kompas yang akhirnya digunakan hingga saat ini.

Peninggalan Jakob

Nilai luhur yang diwariskan Jakob terhadap Kompas ialah pandangan tentang kemanusiaan yang beriman.

Pandangan ini selalu menjadi dasar dalam setiap pemberitaan Kompas, Kompas.com dan Kompas TV.

Ia mengabadikan pandangannya ini dalam Tajuk Rencana, 28 Juni 1980, saat harian Kompas berulang tahun ke-15.

Tajuk Rencana Pak Jakob

Kita ingin berkarya bersama-sama memajukan kesejahteraan masyarakat manusia Indonesia dalam makna yang sepenuh-penuhnya.

Artinya sesuai dengan aspirasi, potensi serta harkat martabat manusia dalam posturnya yang majemuk sebagai individu, sebagai warga masyarakat komunitas, sebagai warga masyarakat bangsa dan negara serta warga masyarakat dunia.

Kita menempatkan masyarakat manusia dalam posisinya yang vertikal dan horisontal. Vertikal berarti dalam kaitannya dengan ilahi dan horisontal dalam kebersamaannya dengan sesama manusia lain dalam kaitan keluarga, komunitas, masyarakat bangsa dan negara.

Iman ditempatkan tidak dalam misi penyebarannya, tetapi dalam misi bersama agama-agama yaitu mensublimir totalitas harkat dan martabat manusia beserta segala ekspresi kekaryaan dan eksistensinya.

Yang memberikan makna dan kedalaman dalam hidup manusia dan karena itu juga yang mengembangkan dan meneguhkan persaudaraannya.

Kita hormat akan martabat manusia, karena itu menghormati hak-hak asasinya dan ikut dalam karya besar pembangunan nasional. Karena tujuan dan fungsi pembangunan itu adalah mengusahakan nasib rakyat Indonesia menjadi secara kualitatif lebih baik.

Kita menunjang pembangunan kultur dan struktur demokrasi Pancasila, yang akan mampu di satu pihak menjamin keleluasaan ekspresi serta kreativitas rakyat, bersamaan dengan itu pula menjamin kebersamaan, tanggung jawab serta komitmen mengangkat derajat dan martabat orang banyak.

Persepsi kita bukanlah statis, tetapi dinamis. Yaitu dinamika untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita bersama masyarakat Pancasila.

Dalam usaha ikut melaksanakan komitmen-komitmen itu, kita tidak “bermanipulasi” atau “bermain politik”.

Kita berusaha harus lurus, apa adanya, menurut yang kita lihat benar dan bermanfaat disertai sikap hormat terhadap pandangan dan pendapat orang lain.

Surat kabar ini karena keyakinannya dan karena realitas masyarakat Indonesia berusaha ikut mengembangkan saling pengertian yang kreatif antara berbagai kelompok subkultur masyarakat dengan tujuan agar masyarakat kita mampu berfungsi dalam keberagamannya.

Dengan demikian ekspresinya terpenuhi dan sekaligus ekspresi diri ini haruslah bermakna dan berfungsi kemajuan serta kesejahteraan bersama. Itulah yang kita pandang sebagai kultur dan infrastruktur sistem masyarakat Pancasila.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com