Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/11/2020, 09:19 WIB
Rosiana Haryanti,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Zita Anjani mendukung kebijakan pembelajaran tatap muka di sekolah.

Menurut Zita, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menjadi contoh untuk daerah lain.

"Saya akan dorong untuk disiapkan dari sekarang. Jakarta harus jadi contoh untuk daerah lain. Pionir dalam urusan pendidikan dengan kebiasaan baru," kata Zita kepada Kompas.com, Minggu (23/11/2020).

Zita merasa orangtua akan senang jika anak-anak bisa kembali belajar di sekolah. Untuk itu, dia menyebut peran pemerintah penting dalam membantu sekolah menerapkan protokol kesehatan.

Baca juga: Pimpinan DPRD DKI Dukung Kebijakan Belajar Tatap Muka di Sekolah

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun menyarankan agar Pemprov DKI membagikan masker gratis ke siswa sekolah ketika pembelajaran tatap muka dilangsungkan.

Tak hanya itu, dia juga mengusulkan agar ada tes swab gratis untuk guru.

"Hal itu akan mempermudah sekolah menerapkan prokes dengan baik sebagaimana Jepang, Australia, dan Korea Utara membuka sekolah. Terutama untuk sekolah swasta yang kondisi keuangannya sangat memprihatinkan," tutur Zita.

Keputusan untuk membuka kembali sekolah diucapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Menurut Nadiem, keputusan pembelajaran tatap muka atau masih belajar di rumah ada pada pemerintah daerah (pemda), komite sekolah, dan orangtua.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Mulai Januari 2021, Kak Seto Berharap Kesiapan Anak Disiplin Protokol Kesehatan Dipertimbangkan Juga

Apabila pemda dan komite sekolah masing-masing daerah memutuskan melanjutkan pemebelajaran dari rumah secara penuh, maka daerah itu tidak boleh melaksanakan belajar tatap muka.

Akan tetapi Nadiem menegaskan bahwa belajar tatap muka tidak diwajibkan karena masih masa pandemi Covid-19.

Sedangkan menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Pemprov DKI Jakarta tengah mengkaji keputusan mengenai pembelajaran tatap muka di sekolah.

Menurut Ariza, kebijakan pembelarajan tatap muka tidak bisa diputuskan sembarangan, lantaran banyak hal yang perlu disiapkan, antara lain regulasi, sarana prasarana, siswa, dan keputusan orangtua murid.

"Pertama regulasinya, kedua kesiapan sarana prasarananya. Ketiga yang tidak kalah penting, siswanya. Keempat orangtuanya, belum tentu orangtuanya setuju," tutur Ariza.

Oleh karenanya, Pemprov DKI masih membahas kebijakan tersebut dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Satuan Perankat Daerah (SKPD) terkait.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga akan mengenalisis kebijakan ini dengan epidemiolog.

"Kalau memang merasa sudah dimungkinkan, nanti kami akan sama-sama bahas, diskusikan. Tentu itu dilihat situasi kondisinya, apakah masuk zona merah atau tidak, apakah dimungkinkan, bagaimana kesiapan sarana prasarana pendukungnya, regulasinya, fasilitasnya," ucap Ariza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com