Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Didesak Transparan Tangani Kasus Pencabulan Anak oleh Eks Pengurus Gereja di Depok

Kompas.com - 17/12/2020, 12:48 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, didesak agar transparan dalam memutus perkara pencabulan terhadap sejumlah anak oleh seorang eks pengurus gereja di Depok, yaitu SPM (45).

Pengacara korban, Azas Tigor Nainggolan, menyoroti soal agenda sidang pembacaan vonis yang tiba-tiba diundur dari yang sedianya digelar Rabu (16/12/2020) kemarin menjadi 6 Januari 2021.

"Saya berharap ini sidang harus jelas, harus transparan majelis hakimnya," kata Tigor ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (17/12/2020).

"Jangan main-main," ujarnya mewanti-wanti.

Baca juga: Hakim Tunda Vonis Eks Pengurus Gereja di Depok yang Diduga Cabuli Anak Asuh, Pengacara Korban: Mencurigakan!

Ia menganggap janggal sidang yang sedianya pembacaan vonis bagi SPM tiba-tiba berubah jadi penyampaian penundaan pembacaan vonis hingga 3 pekan.

Sidang itu sempat molor dua kali dari jadwal semula pukul 10.00 hingga akhirnya dibuka pukul 14.00 dengan agenda yang berganti.

Kemarin sempat muncul kabar simpang-siur soal alasan molornya sidang karena pihak korban diberi tahu. Sidang disebut ditunda gara-gara penasehat hukum terdakwa tak jelas hadir atau tidak.

Namun, Humas Pengadilan Negeri Depok sekaligus hakim ketua perkara ini, Nanang Herjunanto, kemudiam beralasan bahwa sidang vonis ditunda lantaran "musyawarah majelis hakim belum selesai".

Klaim ini dianggap Tigor tak masuk akal.

"Di awal saya dibilang, sidang ditunda karena penasehat hukum terdakwa enggak jelas. Lah, ini penasehat hukum (akhirnya) datang kok bukan dibuka sidangnya (vonis)?" ucap Tigor.

Baca juga: Sidang Vonis Eks Pengurus Gereja di Depok yang Cabuli Anak-anak Ditunda sampai 2021

"Jadi sangat mencurigakan. Saya akan lapor ke hakim pengawas. Saya nggak tahu nih ada apa. Kalau misalkan dia nggak siap, ya sejak awal diumumkan ditunda dari pagi," ungkapnya.

Sementara itu, Nanang Herjunanto tak berkomentar banyak selain bicara soal kewenangan majelis hakim.

"Bahwasannya pengacaranya tidak ada, kemudian majelis hakim melanjutkan sidang dengan acara penundaan pembacaan putusan, ya itu kewenangan majelis hakim," kata Nanang ketika dihubungi Kompas.com.

SPM ditangkap polisi pada 4 Juni 2020 setelah korban dan pengurus sebuah gereja katolik di Depok menggelar investigasi internal atas keterlibatan SPM dalam kejahatan seksual terhadap anak-anak yang ia seharusnya bimbing dalam kegiatan di gereja.

Tigor menyebutkan, ada lebih dari 20 anak korban kekerasan seksual oleh SPM di gereja dengan rentang waktu kejadian yang berbeda-beda sebab SPM sudah menangani kegiatan anak-anak itu sejak awal tahun 2000.

Dari sedikitnya 20 kasus itu, mayoritas sulit dilaporkan ke polisi karena susahnya mencari alat bukti dan beberapa korban maupun orangtuanya belum siap secara psikis.

SPM dituntut penjara 11 tahun oleh jaksa penuntut umum, ditambah denda Rp 200 juta subsider kurungan 3 bulan, serta ganti rugi sekitar Rp 18 juta untuk 2 korban subsider 3 bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi 'May Day'

Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi "May Day"

Megapolitan
Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com