Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Penyintas Bom Thamrin, Sempat Terpuruk tetapi Bangkit Setelah Memaafkan Pelaku

Kompas.com - 15/01/2021, 14:36 WIB
Ihsanuddin,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dwi Siti Romdhoni (38) masih ingat betul peristiwa traumatis yang dialaminya lima tahun silam.

Saat itu, 14 Januari 2016, perempuan yang akrab disapa Dwiki itu tengah meeting di kedai kopi Starbucks, Thamrin, seberang Mal Sarinah. Tiba-tiba saja, terjadi ledakan pertama yang mengubah suasana menjadi sangat kacau.

"Saya langsung terlempar, mungkin sempat tidak sadarkan diri beberapa saat," kata Dwiki menceritakan kembali kisahnya kepada Kompas.com, Jumat (15/1/2021).

Setelah kesadarannya kembali, Dwi langsung melihat keadaan sudah porak-poranda. Samar-samar dia mendengar teriakan orang minta tolong dari sekitarnya. Banyak yang yang terluka dan berlumuran darah.

Baca juga: 5 Tahun Berlalu, Korban Bom Thamrin Iptu Denny Mahieu Sudah Maafkan Pelaku

Dwi langsung berusaha keluar dari lokasi ledakan itu. Ia merangkak menuju jendela terdekat dan langsung melompat melalui jendela yang kacanya sudah pecah itu.

Namun setelah berada di luar kedai Starbucks, bom kedua kemudian meledak dari pos polisi di sebrang jalan. Ledakan itu kembali membuat Dwi tersentak dan kehilangan kesadaran.

Untungnya salah seorang rekan yang langsung berupaya mengevakuasi Dwiki keluar dari kondisi mencekam itu.

"Digeret aja tuh kaki saya dari situ. Ditarik yang penting jauh dari lokasi. Terus dibawa pakai taksi," ujarnya.

Awalnya Dwiki dilarikan ke Rumah Sakit YPK Mandiri di Menteng di Jakarta Pusat. Karena peralatan rumah sakit yang tidak lengkap, dia kemudian dipindahkan ke RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Terpuruk

Meski tak mengalami pendarahan, Dwiki didiagnosis menderita sejumlah luka dalam. Tiga ruas tulang lehernya patah. Rahangnya mengalami pembengkakan. Pendengaran telinganya terganggu. Begitu juga penglihatannya, terganggu. 

Total Dwiki menjalani perawatan selama 10 bulan di rumah sakit. Di awal perawatan, dia hanya bisa terbaring di tempat tidur. Duduk saja tidak bisa.

"Makan saja saya tidak bisa. Harus pakai infus di kedua tangan," ujarnya.

Tak hanya fisik yang terluka. Kondisi psikisnya terganggu. Selama menjalani perawatan, Dwiki mengutuk keadaan yang menimpanya.

Ia bertanya-tanya kenapa dia yang harus menjadi korban dari teror tersebut. Ia memendam dendam dan amarah kepada pelaku. Bahkan kerap kali rasa marah itu dilampiaskan ke orang terdekatnya.

"Bahkan ke ibu saya saja saya marah-marah," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com