JAKARTA, KOMPAS.com - Di usia senjanya, Musa (68) masih bersemangat untuk mencari nafkah. Keluarga menjadi alasan utama mengapa ia tetap menyusuri jalan-jalan di Jakarta Timur. Namun, pandemi Covid-19 menghancurkan penghasilannya.
Rute Kalisari-Pasar Rebo sudah Musa jalani sejak tujuh tahun lalu. Sebelum pandemi Covid-19, Musa bisa mengantongi penghasilan bersih sebanyak Rp 50.000 per hari.
Penghasilan Musa babak belur dihajar Covid-19. Ia terkadang tak membawa pulang uang setelah hampir enam jam berkeliling Kalisari-Pasar Rebo untuk mencari penumpang.
"Kadang pulang capek doang. Cuma bisa ganti uang bensin saja. Enggak ada lebihannya," ujar Musa saat dihubungi.
Baca juga: Kisah Sopir Angkot yang Dibayar Rp 200, Mengaku Ikhlas dan Enggan Marah
Setiap hari Musa keluar rumah sekitar pukul 06.30 WIB. Ia menarik angkot hingga pukul 12.00 WIB.
Di masa pandemi Covid-19, tak banyak penumpang langganannya yang naik. Kebanyakan, penumpang langganannya dari kalangan anak sekolah.
"Yang naik biasanya kalau dulu sebelum Covid-19 itu anak sekolah. Rute saya kan jalur anak sekolah. Di Kalisari itu banyak sekolah. Sebelum pandemi Covid-19, Alhamdulillah pasti penuh angkot saya," kata laki-laki beranak empat dan lima cucu.
Di masa sebelum pandemi Covid-19, Musa juga mengangkut penumpang berusia dewasa. Biasanya, ada orangtua yang mengantarkan anaknya ke sekolah.
"Semenjak pandemi Covid-19, penghasilan Rp 80.000. Uang bensin Rp 50.000 biar besok bisa narik lagi. Bawa pulang duit Rp 20.000-Rp 30.000," kata Musa.
Baca juga: Kisah Tenaga Medis RS Wisma Atlet Menikah secara Virtual karena Positif Covid-19
Hampir satu tahun di masa pandemi Covid-19, ia harus sarapan dan makan siang di rumah. Padahal, dulunya ia bisa sarapan dan makan di luar rumah.
"Jalan" Musa di Jakarta Timur pun tak mulus. Bulan lalu, ia pun bertemu penumpang nyeleneh.
Penumpang itu hanya ingin membayar Rp 200 setelah naik angkot yang dikemudikan Musa sejauh satu kilometer. Padahal, menurut Musa, ongkos normal sebesar Rp 2.000.
"Ongkosnya dia kasih Rp 5.000. Saya kembaliin Rp 3000. Dia enggak mau. Maunya Rp 4.800. Ongkos Rp 200 ya keterlaluan. Saya bilang enggak usah bayar, saya rida, ikhlas," kata Musa.
Musa tak ingin berdiam diri di rumah meski sudah seharusnya bisa santai bermain bersama cucu. Menyenangkan istri, anak, dan cucu adalah kebahagiaannya bagi Musa.
"Istri saya masih ada. Kalau dikasih uang kan girang dia. Saya masih sehat. Masih mau kerja keras," kata Musa.
Setiap hari, ia menghabiskan setengah hari dalam hidupnya untuk membawa angkot. Musa sendiri sudah memilih jalan sebagai sopir angkot sejak tahun 1975.
"Saya dari tahun 75 sudah bawa angkot. Rutenya pernah Jambore-Cilitan. Terus Cisalak-Cililitan. Sekarang enggak mau jauh-jauh rutenya karena saya sudah tua," ujar Musa.
Terkait bahaya penularan Covid-19, Musa hanya berserah diri dan tetap menjaga protokol kesehatan.
Baca juga: Kisah Cinta Segita Pelajar Berujung Maut, 1 Orang Tewas Dipukul Helm
"Sekarang gini saja, kita sudah pakai masker. Kita kan keluar buat nyari nafkah buat anak dan bini. Yang penting pakai masker. Anak-anak saya sudah paham mau narik angkot. Yang penting saya sudah pakai masker," ujar Musa.
Pulang ke rumah, ia biasanya baru bermain bersama cucu. Rezeki yang ia dapatkan juga dibagikan ke cucunya.
"Kalau ada rejeki ya jajan sama cucu. Biasanya paling permen. Cucu saya yang paling tua sudah SMP. Ada yang baru lahir juga," kata Musa sambil tertawa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.