JAKARTA, KOMPAS.com - Satu tahun lalu, tepat 1 Maret 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah meminta warganya agar waspada terhadap isu merebaknya virus Covid-19.
Dia tidak langsung membantah bahwa isu tersebut tidak benar, namun meminta agar masyarakat tidak panik berlebihan dan terus bersiaga dengan kemungkinan virus Covid-19 masuk ke wilayah Indonesia.
"Saya mengajak kepada masyarakat tidak perlu panik tidak perlu berlebih dalam merespons. Kita semua harus bersiaga," kata Anies Minggu, 1 Maret 2020.
Baca juga: 6.422 RT di Jakarta Masuk Zona Rawan Covid-19, Terbanyak di Jaktim
Sehari berselang, Senin (2/3/2020), Pemerintah Pusat resmi mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19 di Indonesia berasal dari Depok, Jawa Barat.
Wanita berusia 64 tahun beserta putrinya yang berusia 31 tahun, terkonfirmasi positif Covid-19 dan diduga tertular dari seorang warga negara Jepang.
Anies sebut deteksi Covid-19 sejak Januari 2020
Anies mengatakan, sebenarnya isu Covid-19 masuk ke Indonesia sudah dimonitor oleh Pemprov DKI Jakarta sejak Januari 2020.
"Kami di Pemprov DKI Jakarta mengantisipasi penyebaran Covid-19 ini sejak bulan Januari," kata Anies.
Dia mengeklaim hal tersebut dalam wawancara dengan media Australia, The Sidney Morning Herald dan The Age.
Anies secara terang-terangan mengemukakan pendapatnya tersebut sangat berseberangan dengan pemerintah pusat yang masih santai menanggapi Covid-19 di awal 2020.
Baca juga: 25 Kelurahan dengan Kasus Aktif Covid-19 Tertinggi di Jakarta
"Kami mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, menginformasikan mereka tentang apa yang saat itu disebut pneumonia Wuhan, saat itu belum disebut Covid," kata Anies 7 Mei 2020.
Dia juga memaparkan, dua kasus pertama Covid-19 memang merupakan warga Depok. Namun, interaksi mereka saat tertular bukanlah saat berada di Depok.
Jakarta menjadi tempat interaksi mereka dengan WN Jepang yang disebut-sebut membawa virus SARS-Cov-2 itu ke Indonesia.
"KTPnya adalah KTP Depok, tapi interaksinya terjadi di Jakarta dan itu adalah case yang sudah dipantau oleh kami semua," klaim Anies.
Bingung dengan sikap pemerintah pusat
Langkah-langka yang diambil Anies di awal pandemi Covid-19 seringkali disebut berseberangan dengan pemerintah pusat, yang saat itu masih terus membuka keran masuk WN asing ke Indonesia.
Terutama di saat kasus Covid-19 di Indonesia belum diumumkan ke publik periode Januari-Februari 2020.
Padahal, menurut Anies, berdasarkan data yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta, Indonesia sejatinya sudah ada kasus Covid-19 di awal tahun 2020.
Gejala-gejala pneumonia banyak terjadi sehingga Pemprov DKI memutuskan meminta kewenangan untuk penanganan Covid-19.
Baca juga: Covid-19 Diprediksi Bakal Jadi Endemik, Apa Artinya untuk Kita?
Namun, pemerintah pusat tidak mengizinkan Pemprov DKI untuk melakukan pengujian laboratorium terkait temuan-temuan kasus pneumonia yang diduga merupakan Covid-19.
DKI hanya diizinkan untuk mengirimkan sampel untuk dilakukan uji laboratorium milik pemerintah pusat, sehingga kasus positif hanya bisa diumumkan oleh pemerintah pusat.
Anies sempat bertanya mengapa sampel yang dikirimkan oleh Pemprov DKI memiliki hasil yang negatif semua. Padahal dari sisi gejala sudah terlihat pneumonia disebabkan oleh Covid-19.
"Pada akhir Februari kami bertanya-tanya mengapa hasilnya negatif semua," kata Anies.
Tak percaya kurva melandai
Pada awal pandemi terjadi, informasi mengenai perkembangan kasus Covid-19 dilakukan satu pintu dan hanya dipegang oleh pemerintah pusat.
Setelah dua bulan penanganan Covid-19 berjalan, Anies masih tak percaya dengan sebaran data yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat bahwa kasus Covid-19 di Indonesia mulai melandai.
"Saya belum yakin apakah persebaran data telah melandai. Kita harus menunggu beberapa minggu ke depan untuk menyimpulkan apakah tren itu sudah melandai atau kita masih akan bergerak naik," kata Anies.
Anies saat itu juga meminta Kementerian Kesehatan berani transparan terkait data pasien positif Covid-19 di Indonesia. Menurut Anies, transparansi data membuat masyarakat bisa lebih waspada terhadap penyebaran Covid-19.
Tidak ada transparansi data, kata Anies, terlihat pada angka kematian Covid-19 di Jakarta lebih tinggi dibandingkan angka kematian nasional yang dirilis pemerintah pusat selama ini.
"Menurut kami, bersikap transparan dan menginformasikan mengenai apa yang harus dilakukan adalah cara memberikan rasa aman. Namun, Kementerian Kesehatan mempunyai pandangan berbeda, transparan (dinilai) akan membuat panik," tutur Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.