Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nakes Hadapi Pandemi, Tak Dapat 'Priviledge' Saat Ikut Terkena Covid-19

Kompas.com - 24/06/2021, 16:42 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Perjuangan tenaga kesehatan (nakes) dalam melayani masyarakat di tengah gempuran pandemi Covid-19 tak kunjung padam.

Dae, salah satu nakes di rumah sakit swasta di Jakarta, menceritakan perjuangan teman sejawat di lingkungannya dalam melayani pasien, hingga ikut terpapar Covid-19.

"Situasi saat ini sangat memprihatinkan. Hampir separuh dari keseluruhan perawat sudah terkonfirmasi Covid-19, " ungkap Dae saat dihubungi Kamis (24/6/2021).

Meskipun berprofesi sebagai nakes, Dae mengaku pihaknya tidak menerima perlakuan khusus saat terkonfirmasi Covid-19.

Baca juga: Pusingnya Calon Pengantin Menikah Saat PPKM Diperketat, Resepsi Dirombak Sepekan Sebelum Hari H

Hampir seluruh nakes yang terpapar di lingkungan kerjanya, hanya melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.

"Selain karena ruang perawatan yang sudah minim, kami juga kurang informasi soal ketersediaan lokasi rujukan isolasi mandiri, " kata dia.

"Ada teman-teman yang menghubungi Satgas Covid-19, namun diarahkan untuk meminta rujukan dari puskesmas setempat. Prosesnya sama seperti masyarakat umun. Setelah minta rujukan juga belum tentu nakes langsung dapat tempat isoman," Lanjut dia.

Nakes sedikit, pasien mengantre

Meski rumah sakit tempatnya bekerja bukanlah RS rujukan Covid-19, Dae mengakui jumlah pasien Covid-19 yang datang sangatlah banyak.

"Terutama untuk perawatan Covid-19 memang sudah penuh. Bahkan yang saya tahu, ada yang mengantre melalui daftar tunggu untuk mendapatkan perawatan," jelas dia.

Baca juga: Dinkes Tangsel: Puskesmas Layani Vaksinasi Warga Usia 18 Tahun ke Atas Setelah 29 Juni

Namun, rumah sakit tempatnya bekerja tidak bisa menambah kasur tambahan untuk perawatan pasien Covid-19 lantaran jumlah tenaga kesehatan yang sudah tidak lagi banyak.

"Di sini dipersiapkan sesuai kapasitas. Mengingat tenaga perawatnya tidak cukup banyak," lanjut dia.

Berkurangnya nakes juga berdampak pada pelayanan kesehatan bagi pasien berpenyakit berat

"Memang sekarang pelayanan dibatasi, jam operasionalnya diatur. Misalnya, tidak bisa berjalan operasi berbarengan. Awalnya kita bisa buka 3 kamar operasi, sekarang mau buka 2 kamar saja sulit karena tenaga bedahnya kurang, " jelas Dae.

Jumlah pasien semakin banyak dan jumlah nakes semakin sedikit, keadaan ini semakin dipersulit dengan kondisi alat kesehatan yang pas-pasan.

"Untuk ketersediaan peralatan pas-pasan. Termasuk ventilator pun sekarang sudah terpakai semuanya," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com