Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Revisi Perda Covid-19 Jakarta, F-PKS: Orang Sulit Patuh karena Masalah Perut

Kompas.com - 22/07/2021, 19:00 WIB
Singgih Wiryono,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Achmad Yani menilai, usulan perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 kontraproduktif terhadap penanganan Covid-19 saat ini.

Sebab, kondisi masyarakat saat ini banyak kehilangan mata pencaharian dan pengangguran semakin bertambah di DKI Jakarta.

"Jangan sampai nanti kalau ada revisi titik tekannya memberi sanksi yang lebih tegas, dalam kondisi seperti ini justru akan kontraproduktif," kata Achmad dalam rapat Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/7/2021).

Baca juga: Dukung Anies Tambah Sanksi Pidana di Perda Covid-19, Politikus PSI: Kalau Memang Salah, Hukum!

Achmad mengatakan, peristiwa gesekan antara aparat dan masyarakat sudah sering terjadi dalam penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.

Peristiwa itu bisa terus terjadi apabila pasal sanksi pidana yang diusulkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan benar-benar disahkan.

"Orang sulit (patuhi aturan) karena urusan masalah perut, dalam kondisi ini yang harus kita tempuh adalah bagaimana memberikan perhatian terhadap nasib warga yang menghadapi kesulitan itu," kata Achmad.

Baca juga: Tolak Usulan Sanksi Pidana Perda Covid-19, Tina Toon: Jangan Sampai Timbulkan Chaos

Menurut Achmad, Perda Covid-19 sudah memuat banyak sanksi yang bisa diterapkan untuk menghukum pelanggar protokol kesehatan.

Belum lagi perda yang disahkan 20 November 2020 baru seumur jagung sehingga masih banyak warga yang belum mendapat sosialisasi terkait penerapan sanksi dan hukuman yang ada di dalamnya.

"Kalau boleh dikatakan ini masih bayi, masih baru, tinggal bagaimana perda yang ada itu kita terapkan ke masyarakat, pemda bisa lakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat," kata dia.

Baca juga: Raperda Covid-19 Jakarta: Satpol PP Jadi Penyidik, Tak Pakai Masker Penjara 3 Bulan

Achmad juga menilai, sanksi terkait pelanggaran protokol kesehatan sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Karantina Wilayah, sehingga Pemprov DKI tak perlu repot untuk menambah pasal pidana dalam Perda Nomor 2 Tahun 2020.

"Masalah pidana ada di Undang-Undang Karantina, saya kira ini sudah cukup untuk dilaksanakan," kata dia.

Diketahui dalam usulan perubahan Perda Covid-19, Pemprov DKI menginginkan adanya sanksi pidana hukuman tiga bulan penjara atau denda administrasi bagi pelanggar protokol kesehatan berulang. Sanksi tersebut diusulkan dalam Pasal 28A.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com