APBD DKI sendiri di Bulan Oktober 2021 mengalami perubahan dan telah disepakat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI sebesar Rp 79,89 triliun. Pos penanggulangan banjir sebesar Rp 1,5 triliun sudah cukup mengambil porsi yang besar dari APBD.
Nah, di sini lucunya. Persoalan banjir belum berhasil dipecahkan, Pemprov DKI bersikukuh menyelenggarakan ajan Formula E.
Sampai sekarang saya belum melihat urgensinya kegiatan lomba balap mobil formula listrik lebih didahulukan ketimbang penanggulangan banjir. Formula listrik tidak masuk dalam kriteria yang mendesak untuk diadakan.
Ketika penanggulangangan banjir belum maksimal dilakukan tentunya fokus kegiatan Pemrov DKI yang tidak begitu signifikan harus ditinggalkan.
Lebih lucu lagi, alih-alih memfokuskan penanggulangan dan penanganan bajir, Pemda DKI justru dengan gigih meminjam dana dari Bank DKI Jakarta sebesar Rp 180 miliar.
Untuk penanganan banjir? Bukanlah. Ini untuk pembayaran commitment fee Formula E.
Andai saja dana besar penyelenggaraan Formula E diperuntukkan untuk penanganan banjir, tentu air tidak akan “loncat” lagi di Kawasan RE Martadinata, Jakarta Utara.
Mulanya, commitment fee yang harus dibayar adalah Rp 2,3 triliun. Setelah diprotes publik, termasuk diprotes Fraksi PDIP dan PSI, biayanya turun menjadi Rp 560 miliar.
Baca juga: Kronologi Turunnya Commitment Fee Formula E Jakarta, Awalnya Rp 2,3 Triliun Jadi Rp 560 Miliar
Sekali lagi, hidup kita tidak ada yang kurang atau tidak bermakna jika gelaran balap Formula E tidak jadi diadakan. Sebaliknya hidup warga menjadi “sengsara” jika persoalan banjir menjadi wajah keseharian warga Ibu Kota.
Mengolah APBD kan ibaratnya seperti mengatur dan mengolah keuangan rumah tangga. Saat anak meminta liburan ke Raja Ampat, misalnya, tentu harus kita beri kesadaran kalau keuangan keluarga belum memungkinkan.
Jika istri minta ganti liontin terbaru, tentu harus bisa kita beri pemahaman agar jangan dulu mengganti liontin yang masih bagus.
Uangnya belum cukup untuk ganti liontin, hanya cukup untuk ganti daster kumal dengan yang baru.
Kita harus berhemat agar tidak utang ke sana kemari di tengah kondisi yang masih belum pasti seperti ini.
Dalam kondisi yang “tidak baik-baik saja” akibat efek pandemi Covid yang berkepanjangan tentu harus ada penghematan dan pengeluaran yang terseleksi.
Mau meninggalkan legacy dan nama harum atau meninggalkan catatan sejarah yang buruk adalah sebuah pilihan.
Yang jelas untuk saat ini, warga yang menderita kebanjiran harus menyaksikan dulu dagelan dan humor soal air dan banjir dari para elite Pemrov DKI Jakarta.
Bisa jadi ajang Formula E menjadi pembuktian kalau mobil listrik bisa tetap berfungsi ketika menerjang “loncatan” air dan sumur resapan di atas trotoar.