Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kisah Jenaka tentang Air di Jakarta

Kompas.com - 15/11/2021, 16:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

SAYA semakin yakin, pelawak-pelawak kita saat ini akan sulit mencari “job” lawakan karena ketatnya persaingan di profesi ini.

Ada Kiky Saputri dengan gaya roasting-nya. Ada Cak Lontong yang lihai menjungkirbalikkan logika. Ada pula bintang-bintang baru yang lahir dari berbagai event pencarian bakat melawak datang silih berganti 

Dunia lawak kita pun kini sering kalah saing dibanding para pegawai dan pejabat Pemerintahan Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta yang juga “lucu” dan “menggemaskan” jika bicara soal air dan banjir yang melanda ibu kota.

Sekretaris Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Dudi Gardesi menerangkan, banjir langganan yang kerap terjadi di ruas jalan RE Martadinata, Jakarta Utara disebabkan airnya “loncat” ke kiri dan ke kanan (Kompas.com, 12 November 2021).

Baca juga: Pemprov DKI: Banjir di Jalan RE Martadinata karena Airnya Loncat

Ia menyebut kata "loncat" bisa jadi karena merasa jengah dengan banjir yang terjadi selama sepekan terakhir di sepanjang Jalan RE Martadinata.

Penyebabnya, limpasan air rob di di Jalan Gunung Sahari. Limpasan ini efek dari penutupan pintu air Pelabuhan Marina yang membendung pasang air laut. Saat air laut surut, air yang ada di Jalan RE Martadinata baru bisa dipompa kembali ke laut.

Air “loncat” ke kanan dan ke kiri di Jalan RE Martadinata akan terus terjadi setiap kali air laut pasang. Mengurus air "locat" ini ibarat pekerjaan yang tidak akan ada habisnya. Benar-benar terlalu kelakuan air “loncat”.

Untungnya ada Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmar Riza Patria yang mengingatkan kembali perlunya kata “sabar”. Penanganan banjir di kawasan RE membutuhkan waktu yang lama dan tidak dapat diselesaikan dalam hitungan tahun.

Salah satu kesulitannya adalah ruas Jalan RE Martadinata berada di kawasan yang cukup rendah. Upaya yang telah dilakukan SDA DKI adalah menyiapkan dua pompa apung untuk mengurangi genangan dan 50 karung pasir untuk tanggul mencegah luapan air akibat air pasang tumpah ke jalan (Kompas.com, 8 November 2021).

Baca juga: Banjir Rob di RE Martadinata, Wagub DKI: Mohon Bersabar

Sumur resapan di atas trotoar

Kehebohan penanganan banjir di Ibukota Jakarta tidak sekadar air “loncat”. Pekan-pekan ini warga Jakarta masih disuguhi humor tentang sumur resapan yang oleh Gubernur Anies Baswedan disebut sebagai drainase vertikal.

Mulanya warga kaget dengan adanya galian lubang di trotoar Jalan Raden Said Soekanto di dekat Kanal Banjar Timur (KBT). Galian lubang itu disebut sebagai sumur resapan, bagian dari program kerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengendalikan banjir.

Yang membuat warga tidak habis pikir dengan pembangunan ini adalah letak sumur resapan lebih tinggi daripada permukaan jalan.

Sekali lagi, mungkin konsep pemikiran para pejabat Pemda DKI adalah air diminta “loncat” ke kanan dan ke kiri (Kompas.com, 14/11/2021).

Baca juga: Pembangunan Sumur Resapan di Dekat BKT Dikritik, Anak Buah Anies Malah Gunakan Istilah Drainase Vertikal

Karena pembangunan sumur resapan yang posisinya lebih tinggi dari trotoar menjadi viral dan diolok-olok warga, Wakil Gubernur Reza Patria kembali mengeluarkan jurus baru. Menurut dia, pembangunan sumur resapan tersebut tetap bisa menyerap air.

Konon, air tetap masuk dari permukaan jalan melalui tali-tali air ke bak kontrol yang berbentuk kotak.

Pemrov DKI Jakarta tetap yakin pembuatan sumur resapan bisa berkontribusi dalam penanganan banjir di Ibu Kota Jakarta.

Pembuatan sumur resapan adalah bagian dari janji kampanye Anies Baswedan saat Pilkada DKI 2017. Anies begitu optimistis pembuatan sumur resapan bisa mengendalikan banjir dan genangan saat hujan mengguyur Jakarta.

Saat kampanye, Anies mengatakan ada empat hal utama yang akan dia lakukan jika terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Pertama, membereskan sumber banjir di hulu sehingga volume air yang sampai ke Jakarta berkurang. Kedua, melakukan gerakan membangun sumur-sumur resapan di Jakarta.

Ketiga, memastikan aliran air tidak terhambat dengan membersihkan gorong-gorong hingga sungai. Keempat, memastikan tidak terjadi sedimentasi yang berlebihan di hilir.

Setelah terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies menargetkan pembangunan 1,8 juta titik sumur resapan di Jakarta, kecuali di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.

Namun, per Februari 2021, jumlah sumur resapan yang dibuat masih jauh dari target. Tercatat, baru 3.964 titik sumur resapan yang dibangun.

Merasa target pembangunan sumur resapan tidak terkejar, seperti biasa Wakil Gubernur Riza Patria punya alasan. Jumlah 1,8 juta titik sumur resapan adalah kebutuhan di Jakarta. Bukan target yang harus dipenuhi dalam lima tahun kepemimpinan Anies.

Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta harus memiliki perencanaan jangka panjang, termasuk dalam penyediaan sumur resapan.

Penyediaannya tidak bisa dilakukan dalam satu periode kepemimpinan saja. Sama seperti Kanal Banjir Timur yang tidak bisa diselesaikan dalam satu periode. Kanal Banjir Barat juga tidak mungkin diselesaikan dalam satu periode.

Masukkan air ke dalam tanah

Konsep penanganan banjir yang ditawarkan Anies sejak dulu adalah memastikan air masuk ke dalam tanah. Bukan sekadar air sungai dialirkan ke laut melalui proyek normalisasi. Dengan pendekatan ini, secara bertahap masalah banjir di Jakarta bisa diselesaikan.

Kenyataan yang terjadi, hujan deras yang kerap mengguyur Jakarta sejak pertengahan Oktober 2021 hingga hari ini membuat banjir menjadi pemandangan sehari-hari, termasuk air “loncat” ke kanan dan ke kiri.

Sepertinya pembangunan sumur serapan juga bukan solusi yang tepat. Air sepertinya tidak pernah mau masuk ke dalam tanah.

Banjir rob masih menggenangi permukiman warga di wilayah Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Selasa (9/11/2021). Ketinggian air rob di muka jalan hingga permukiman warga mencapai ketinggian 40 sentimeter. Banjir juga menutupi batas antara Dermaga Kali Adem dengan permukiman.

Selama beberapa hari, luapan Kali Ciliwung juga mengakibatkan banjir di berbagai daerah di Jakarta. Kelurahan Pejaten Timur, Jakarta Selatan, ikut terkena dampak banjir yang menggenangi wilayah tersebut sejak Minggu (7/11/2021) malam. Ada lima Rukun Warga (RW) yang dihuni setidaknya 500-an warga terdampak banjir.

Beberapa kelurahan di Jakarta Timur seperti Balekambang dan Cililitan juga terendam banjir, Senin (1/11/2021). Ketinggian air bervariasi, dari 50 hingga 250 sentimeter.

Kali Sunter juga meluap. Sekitar 15 Rukun Tetangga (RT) di Jakarta Timur terkena dampaknya. Ketinggian banjir bervariasi antara 40 hingga 55 sentimeter. Banjir paling tinggi tercatat di Cipinang Muara, mencapai 55 sentimeter.

Banjir juga merendam daerah Kembangan Selatan, Jakarta Barat, yang disebabkan luapan Kali Pesanggarahan. Air setinggi 80 sentimeter merendam belakang permukiman Jalan Haji Briti sejak hari Minggu hingga Senin, (7–8 /11/2021) (Cnnindonesia.com, 10 November 2021).

Bahkan di Kemang Utara, Jakarta Selatan, ketinggian air yang merendam kawasan itu, Jumat (12/11/2021), mencapai 1 meter. Imbasnya, lalu lintas di daerah tersebut ditutup total. Kendaraan tidak bisa melintas baik dari arah Pasar Kemang menuju Jalan Mampang Prapatan Raya dan sebaliknya (Detik.com, 12 November 2021).

Melihat persoalan klasik yang belum bisa ditangani Pemrov DKI hingga kini, tidak ada salahnya kita melihat anggaran penanggulangan banjir yang telah diposkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI tahun 2021 sebesar Rp 1,5 triliun.

Anggaran sebesar ini diperuntukkan untuk penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan banjir, pembebasan lahan, normalisasi sungai dan saluran hingga operasional petugas lapangan (Jkt.bpk.go.id).

APBD DKI sendiri di Bulan Oktober 2021 mengalami perubahan dan telah disepakat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI sebesar Rp 79,89 triliun. Pos penanggulangan banjir sebesar Rp 1,5 triliun sudah cukup mengambil porsi yang besar dari APBD.

Nah, di sini lucunya. Persoalan banjir belum berhasil dipecahkan, Pemprov DKI bersikukuh menyelenggarakan ajan Formula E. 

Sampai sekarang saya belum melihat urgensinya kegiatan lomba balap mobil formula listrik lebih didahulukan ketimbang penanggulangan banjir. Formula listrik tidak masuk dalam kriteria yang mendesak untuk diadakan.

Ketika penanggulangangan banjir belum maksimal dilakukan tentunya fokus kegiatan Pemrov DKI yang tidak begitu signifikan harus ditinggalkan.

Lebih lucu lagi, alih-alih memfokuskan penanggulangan dan penanganan bajir, Pemda DKI justru dengan gigih meminjam dana dari Bank DKI Jakarta sebesar Rp 180 miliar.

Untuk penanganan banjir? Bukanlah. Ini untuk pembayaran commitment fee Formula E.

Andai saja dana besar penyelenggaraan Formula E diperuntukkan untuk penanganan banjir, tentu air tidak akan “loncat” lagi di Kawasan RE Martadinata, Jakarta Utara.

Mulanya, commitment fee yang harus dibayar adalah Rp 2,3 triliun. Setelah diprotes publik, termasuk diprotes Fraksi PDIP dan PSI, biayanya turun menjadi Rp 560 miliar. 

Baca juga: Kronologi Turunnya Commitment Fee Formula E Jakarta, Awalnya Rp 2,3 Triliun Jadi Rp 560 Miliar

Sekali lagi, hidup kita tidak ada yang kurang atau tidak bermakna jika gelaran balap Formula E tidak jadi diadakan. Sebaliknya hidup warga menjadi “sengsara” jika persoalan banjir menjadi wajah keseharian warga Ibu Kota.

Mengolah APBD kan ibaratnya seperti mengatur dan mengolah keuangan rumah tangga. Saat anak meminta liburan ke Raja Ampat, misalnya, tentu harus kita beri kesadaran kalau keuangan keluarga belum memungkinkan.

Jika istri minta ganti liontin terbaru, tentu harus bisa kita beri pemahaman agar jangan dulu mengganti liontin yang masih bagus.

Uangnya belum cukup untuk ganti liontin, hanya cukup untuk ganti daster kumal dengan yang baru.

Kita harus berhemat agar tidak utang ke sana kemari di tengah kondisi yang masih belum pasti seperti ini. 

Dalam kondisi yang “tidak baik-baik saja” akibat efek pandemi Covid yang berkepanjangan tentu harus ada penghematan dan pengeluaran yang terseleksi.

Mau meninggalkan legacy dan nama harum atau meninggalkan catatan sejarah yang buruk adalah sebuah pilihan.

Yang jelas untuk saat ini, warga yang menderita kebanjiran harus menyaksikan dulu dagelan dan humor soal air dan banjir dari para elite Pemrov DKI Jakarta.

Bisa jadi ajang Formula E menjadi pembuktian kalau mobil listrik bisa tetap berfungsi ketika menerjang “loncatan” air dan sumur resapan di atas trotoar.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com