Banjir juga membuat kontur tanah di kontrakannya ambles.
"Banjirnya dua meter. Ancur semua yang ada kalau banjir. Pada turun tanahnya, pada retak juga ubinnya, catnya, semennya kurang," ujar Wong.
Lelah kebanjiran, setelah lima tahun, dia akhirnya memutuskan untuk menjual kontrakannya.
"Mau menjual biar enggak pusing. Ya pusing lah, bayar ini itu, jual akhirnya," ungkapnya.
Di sisi lain, Wong khawatir kontrakannya tidak kunjung laku karena banjir tersebut. Namun, keputusan tersebut sudah bulat.
Dia juga tak mungkin menempati rumah itu karena alasan banjir tersebut.
"Susah ya. Ya takut enggak kejual," ujar dia.
Memiliki kontrakan di wilayah yang kerap dilanda banjir membuatnya harus mengeluarkan duit untuk perawatan.
Ia harus merogok kocek pascabanjir surut.
"Ya lumayan, kayak begini ini, kurang lebih Rp 50 juta selama ini. Tambal-tambal sulam setiap tahun," kata Wong.
Menurut dia, banjir di sana terjadi karena curah hujan yang tinggi.
Luapan dari Kali Ledug, kali yang melintas tepat berada di kediamannya, juga menjadi alasan munculnya banjir di sana.
Buruknya sistem drainase di permukiman itu juga menjadi ihwal munculnya banjir.
"Ini turap di kalinya (Kali Ledug) kan sudah dikerjain, kita lihat perkembangannya 1-2 bulan ini banjir apa enggak," ucap Wong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.