Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Hidup Sudirman, Penyintas Bom Kedubes Australia: Kehilangan Mata Kiri, Minum Obat hingga Kini

Kompas.com - 10/12/2021, 15:58 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Suara Sudirman Thalib (39) begitu parau saat menceritakan kisah kelamnya menjadi korban ledakan di Kedutaan Besar (Kedubes) Australia, Jakarta, pada 2004.

Peristiwa itu membuat Sudirman masih harus berjuang melanjutkan hidup.

Bagian punggung tangan kanannya nyaris hancur. Ledakan bom yang terjadi saat dirinya bertugas sebagai petugas satpam di Kedubes Australia juga membuat bola mata kirinya harus diangkat.

Sudirman masih ingat betul kisah pilunya.

"Jujur kalau saya mendengarkan cerita korban atau bercerita kembali masa-masa dulu luar biasa berat buat saya," kata Sudirman dalam forum diskusi yang digelar Aliansi Damai Indonesia (AIDA) di Jakarta, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Kisah Korban Bom Kampung Melayu, Butuh 3 Tahun untuk Maafkan Eks Teroris

Sudirman adalah perantau dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Pada 2002, ia berangkat dengan niat untuk mengangkat derajat keluarganya. Ia berasal dari keluarga yang tak mampu.

"Saya ingin kuliah, saya ingin bekerja. Namun, impian itu hampir saja pudar pada saat kejadian bom," kata Sudirman.

Pintu karir Sudirman di Jakarta diawali saat diterima bekerja menjadi petugas satpam di kawasan Serang selama 2,5 tahun.

Hari-hari sulit dijalaninya. Makan hanya sekali dalam sehari. Namun, aral yang melintang itu tetap ia terabas demi memperjuangkan mimpinya.

Sudirman muda kemudian memutuskan untuk berhenti bekerja di Serang. Ia menuju Jakarta dengan harapan untuk bisa melanjutkan kuliah.

Baca juga: Cerita Penyintas Ledakan Bom Kampung Melayu, Ikut Jadi Korban Saat Tolong Polisi

Tiba di Jakarta, Sudirman tinggal di rumah kerabatnya.

Berbekal pengalamannya bekerja menjadi satpam, Sudirman pun kembali mencari kerja. Sudirman berharap satpam bisa menjadi jembatan kesuksesannya.

"Saya melamar di perusahaan outsourcing security dan kebetulan waktu itu saya langsung ditempatkan di Kedutaan Besar Australia," ujar Sudirman.

Ledakan bom dahsyat

HR Rasuna Said, 9 September 2004. Tiga bulan setelah diterima menjadi satpam Kedubes Australia, Sudirman luka berat.

Sudirman saat itu sedang berdiri di depan gerbang utama Kedubes Australia. Dari jarak 10 meter, bom meledak. Sudirman terlempar.

"Tiba-tiba ada ledakan yang dahsyat yang saya tidak tahu waktu itu apa yang terjadi dengan saya. Tiba-tiba badan saya terlempar. Dengan spontan saya mengucapkan takbir, Allahu Akbar. Saya ingat tiga kali (takbir)," ujar Sudirman dengan suara parau.

Ledakan itu akhirnya diketahui berasal dari bom mobil. Modus peledakan bomnya mirip dengan kejadian di Bali dan Hotel JW Marriott Jakarta.

Baca juga: Catatan Tragedi Bom Thamrin: Direncanakan di Penjara, Dieksekusi Residivis

Harian Kompas edisi 10 September 2004 memberitakan, ledakan bom tersebut juga menimbulkan kerusakan parah pada belasan gedung di sekitarnya yang berjarak sekitar 300 meter. Mobil-mobil saat itu terlempar akibat dahsyatnya ledakan.

Sudirman tergeletak dan masih sadar. Ia melihat sekujur badannya penuh darah. Kedua tangannya hancur dan patah. Darah mengucur di kepala dan tubuh Sudirman.

"Baju robek semua. Dan detik itu membuat saya merasa mungkin ini akhir dari perjalanan hidup saya, akhir dari perjuangan saya. Saya pasrahkan pada Allah, bahwa ya Allah jika hari ini sudah hari terakhir buat hamba, hamba ikhlas," kenang Sudirman.

Baca juga: Mengingat Lagi Sepak Terjang JAD Dalangi Bom Thamrin dari Balik Penjara

Dalam masa-masa kritisnya, Sudirman masih ingat ayah dan ibunya di Bima. Niat awalnya untuk sukses di Jakarta membuat dirinya kuat.

Sudirman dalam kondisi luka berat dibawa ke rumah sakit. Sudirman harus berhadapan dengan pilihan amputasi. Kala itu, dokter memvonis tangan Sudirman tak bisa diselamatkan dan tak ada yang menjamin pengobatan itu.

"Dan alhamdulillah dari pihak kedutaan datang dan bilang ke rumah sakit, bertangung jawab penuh atas saya, atas korban bom kedutaan," ujar Sudirman.

Minum obat syaraf hingga kini dan kehilangan mata kiri

Sudirman harus menjalani perawatan intensif. Ia dirawat di Rumah Sakit Medistra selama kurang lebih enam bulan.

Sudirman harus menjalani puluhan operasi, belajar berjalan, dan terapi lainnya. Dalam perjalanannya, bola matanya pun harus diangkat.

"Alhamdulillah sampai hari ini saya bersyukur tangan saya masih utuh walaupun tidak normal," kata Sudirman.

Tangannya saat itu hampir putus. Bongkar pasang pen pun ia jalani. Kulit punggung tangannya yang terkelupas diganti dengan kulit yang diambil dari bagian tubuh lainnya.

"Inilah hasil yang maksimal yang dokter lakukan terbaik buat saya. Saya bersyukur," lanjut Sudirman.

Baca juga: Luka yang Membekas pada Polisi Korban Ledakan Bom Kampung Melayu

Namun, penderitaan Sudirman tak begitu saja selesai. Pasca-keluar dari rumah sakit, ia kembali bekerja sebagai satpam di Kedutaan Besar Australia, tempat ledakan bom itu terjadi.

Trauma atas ledakan bom itu hilang ditelan semangatnya untuk membuat keluarganya sukses.

"Tetapi pada saat itu, saya pikir sudah berakhir masa penderitaan saya. Tiba-tiba saya lagi jalan, saya jatuh," kata Sudirman.

Sudirman dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi tak sadarkan diri. Di rumah sakit, dokter mendiagnosis bahwa ada gangguan syaraf di kepala Sudirman. Dokter pun meresepkan obat yang harus diminum.

Ia pun sempat mencoba berhenti minum obat syaraf yang diberikan dokter. Namun, keputusannya itu membuat Sudirman kembali ambruk. Dokter lalu meminta Sudirman tak berhenti minum obat.

"Dan sampai hari ini saya masih minum obat syaraf itu. Saya tidak tahu kapan harus berhenti mengonsumsi obat ini," kata Sudirman.

Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin: Berjuang Setelah Kehilangan Pekerjaan dan Masih Trauma

Ujian hidup Sudirman belum selesai. Ada ujian lain yang harus ia tempuh. Matanya harus dioperasi, imbas ledakan bom membuat matanya mengalami pendarahan.

Awalnya, mata Sudirman tak terlalu bermasalah. Namun, dokter menyebutkan, ada pendarahan di mata kirinya.

"Pembengkakan itu dicek oleh dokter bahwa ada serpihan yang tersisa di mata kiri saya," kata Sudirman.

Tahun 2010, tak ada pilihan lain bagi Sudirman. Bola mata kiri Sudirman harus diangkat lantaran dokter sudah menyerah.

Sudirman ingat kata dokter saat itu, "Kata dokter, seandainya pun mata kamu dipertahankan akan berdampak ke mata kanan kamu."

Baca juga: Bom Mematikan yang Pernah Guncang Jakarta Selain Bom Thamrin

Ia pun ikhlas dan ridho. Bola matanya diangkat. Kini, Sudirman hanya mengandalkan mata kanannya untuk melihat. Mata kirinya palsu.

"Alhamdillah saya kini menggunakan satu mata. Mata kiri saya, mata palsu. Dan bagi saya ini adalah suatu ujian sekaligus nikmat karena dengan hal ini saya tetap bangkit, tetap merasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada saya," kata Sudirman.

"Perjalanan hidup itu membuat saya tetap tangguh, kukuh, dan alhamdulillah saya bisa melanjutkan kuliah ya akhirnya saya sarjana pendidikan Bahasa Inggris. Saat ini walaupun dengan kondisi seperti ini, impian itu tetap terwujud."

"Allah punya jalan, namun ujian itu tidak membuat saya untuk jatuh tapi justru bangkit kembali," ujar Sudirman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com