Sementara itu, Andreas menjelaskan, kasus penipuan itu bermula ketika kliennya dan kedua tersangka menjalin kerja sama bisnis kayu pada 2019.
Saat itu, Agusrin Najamuddin mengaku memiliki hak atas pengelolaan hutan (HPH) sehingga dapat mempermudah bisnis tersebut.
"Jadi pada 2019, Juni atau Juli kalau enggak salah, klien saya dengan Agusrin Najamuddin bertemu untuk bekerja sama, untuk bidang kayu di Bengkulu," kata Andreas.
Baca juga: Cabuli 9 Bocah, Remaja 15 Tahun di Cengkareng Ditangkap Polisi
"Waktu itu karena si Najamuddin mengaku punya HPH. Kemudian klien saya punya pabrik, alat berat, dan kendaraan berat segala macam," sambungnya.
Di tengah penjajakan kerja sama, kata Andreas, kedua pelaku justru menawari kliennya menjual pabrik yang dimilikinya senilai Rp 33 miliar.
Tersangka kemudian membayar uang muka senilai Rp 2,9 miliar, sedangkan sisa pembayaran akan dilunasi dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan.
"Sebagai iktikad baik mereka mengeluarkan dua lembar cek, nilainya masing-masing Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar," ungkap Andreas.
Namun, kata Andreas, para tersangka tak melunasi pembayaran sesuai dengan nominal yang tertulis di dalam cek tersebut.
Baca juga: Sopir Angkot Si Benteng Lecehkan Penumpang di Jatiuwung Kota Tangerang
Andreas menyebutkan, tersangka hanya membayar kurang lebih Rp 4 miliar. Sisa pembayaran itu kemudian tidak kunjung dilunasi para tersangka.
"Intinya masih sisa Rp 25,8 miliar. Setelah itu sepanjang 2019 sampai 2020 mereka langsung pingpong masalah pelunasan," kata Andreas.
Korban pun akhirnya melaporkan dugaan penipuan dengan modus cek kosong tersebut ke Polda Metro Jaya. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 1812/III/Yan 2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, Najamuddin dan Abdul Malik ditetapkan sebagai tersangka.
"Status tersangka ditetapkan 30 September 2021 atas dugaan penipuan karena menerbitkan cek kepada klien kami," ungkap Andreas.
Meski begitu, kata Andreas, penyidik tidak menahan para tersangka karena dianggap bersikat kooperatif selama proses penyelidikan dan penyidikan.
"Padahal setelah dilakukan penyidikan, beberapa barang bukti yang diperkarakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya," kata Andreas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.