Setelah cukup lama menjadi lokasi pengungsian, akhirnya wihara tersebut dipilih menjadi lokasi perkumpulan Boen Hay Bio.
Baca juga: Sejarah Panjang Vihara Dharma Bakti, Tragedi Angke hingga Kebakaran 2015
Sempat terancam
Komunitas warga keturunan Tionghoa sempat terancam dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 pada era kepemimpinan Soeharto.
Ketika itu pemerintah melarang tradisi keagamaan maupun adat istiadat etnis Tionghoa ditunjukkan secara terbuka di depan publik.
"Boey Han Bio itu kelenteng atau leluhur yang menjadi kepercayaan, kalau wihara itu umat Buddha. Dulu Boen Hay ini berdiri di depan, terus zaman Soeharto kepercayaan itu mau dihilangkan, jadi alat kepercayaan Buddha yang kita ke depankan (klenteng)," ujar Tatang.
Pada era kepemimpinan Presiden Gus Dur, pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Mulai saat itu, etnis Tionghoa dapat kembali melakukan aktivitas kepercayaan dan ibadah mereka secara terbuka. Begitu juga dengan perkumpulan Boen Hay Bio.
"Jadi sekarang Boen Hay Bio kembali dan didekatkan dengan sang Buddha. Jadi kelenteng dengan Boen Hay disatukan kembali," tandasnya.
Baca juga: Sejarah Vihara Lalitavistara, Berawal dari Pedagang Tionghoa Terdampar di Utara Jakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.