"Sebab, setiap kebutuhan konsumen akan berbeda-beda. Jika mensyaratkan minimal belanja, maka ada kewajiban konsumen untuk menebus barang lain yang tidak dibutuhkan," imbuh dia.
Agus menekankan, praktik tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Berdasarkan UUPK, pelaku usaha dilarang membuat aturan yang menyatakan bahwa konsumen tunduk pada ketentuan sepihak.
Baca juga: Kemendag Minta Pedagang Minyak Goreng Laporkan Distributor Nakal
Ia menyarankan konsumen melaporkan praktik pemaksaan terstruktur melalui kanal pengaduan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ataupun lembaga lain yang berwenang.
Agus mengingatkan, pelaku usaha yang menerapkan praktik pemaksaan terhadap konsumen dapat dikenakan sanksi sesuai UUPK.
"Jika rujukannya UUPK, bisa sanksi dan denda. Sanksi maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar. Sebab, mereka sudah memberikan ketentuan wajib yang merugikan konsumen," pungkas Agus.
Langkanya minyak goreng membuat Ombudsman RI (ORI) turun tangan melakukan penyelidikan. Ombudsman pun telah menyampaikan tiga temuannya terkait kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng di pasaran.
Anggota ORI Yeka Hendra Fatika menjelaskan, temuan itu didapatkan dari data laporan situasi masyarakat dari 34 provinsi di Indonesia.
“Pertama adalah penimbunan. Nah, ini harapannya satgas pangan bereaksi cepat dan ketegasan juga diperlukan. Begitu satgas pangan tegas, upaya-upaya penimbunan bisa diminimalisasi,” sebut Yeka dalam konferensi pers virtual ORI, Selasa (8/2/2022).
Baca juga: Temuan Ombudsman soal Minyak Goreng: Ditimbun, Dibuat Langka, dan Panic Buying
Kedua, lanjut Yeka, pihaknya menemukan adanya upaya pengalihan penjualan minyak goreng dari pasar modern ke pasar tradisional.
“Jadi memang dibuat langka karena ada oknum di pasar modern menawarkan pada pelaku di pasar tradisional untuk membeli minyak goreng,” jelasnya.
Yeka mengatakan, situasi inilah yang membuat kelangkaan minyak goreng di pasar modern. Dalam pandangannya, motivasi pengalihan penjualan itu dilakukan agar minyak goreng bisa dijual dengan harga lebih mahal.
“Karena harus dijual Rp 14.000 di pasar modern, mendingan dijual ke pasar tradisional akhirnya. Ditawarin ke toko-toko dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 16.000,” papar dia.
Baca juga: Program Minyak Goreng Murah Sudah Didistribusikan, tapi Kenapa Masih Mahal?
Temuan terakhir dari ORI terkait kelangkaan minyak goreng adalah terjadi panic buying di masyarakat. Situasi ini disebabkan ketidakjelasan informasi terkait ada tidaknya stok minyak goreng.
“Karena yang dibeli oleh warung-warung hari ini tidak untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tapi untuk kebutuhan dua minggu hingga satu bulan ke depan,” kata Yeka.
Kementerian Perdagangan menjanjikan minyak goreng dengan harga sesuai ketentuan pemerintah akan terdistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia pekan ini.