JAKARTA, KOMPAS.com - Kolonel Inf Priyanto, terdakwa kasus tabrakan yang menewaskan dua remaja di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sempat meminta mobil yang digunakan untuk menabrak diganti warna.
Hal itu diungkap oleh saksi, Kopda Andreas Dwi Atmoko dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).
Andreas merupakan sopir Priyanto yang mengemudikan mobil itu.
Baca juga: Kolonel Priyatno Tolak Bawa Sejoli yang Ditabrak di Nagreg ke Puskesmas, Saksi: Kami Diminta Tunduk
"Setelah kejadian itu, kalian pulang, sampai di Yogyakarta, apa yang disampaikan terdakwa (Priyanto)?" tanya hakim anggota.
"Saya diperintahkan untuk mengubah warna mobil, diberi biaya Rp 6 juta (oleh Priyanto)," jawab Andreas.
Berdasarkan penuturan Andreas, Priyanto ingin mengubah warna mobil menjadi coklat army.
"Diganti warna, mungkin supaya tidak ketahuan," kata Andreas.
Namun, belum sampai warna mobil diubah, Andreas sudah ditangkap.
Baca juga: Penyidikan Kasus Narkoba Ardhito Pramono Dihentikan, Ini Alasan Polres Jakbar
"Diganti warna coklat army, tapi belum sempat terlaksana, sudah ketahuan," ujar Andreas.
Andreas sempat was-was dengan kasus itu. Ia sempat mengungkapkan kekhawatirannya kepada Priyanto.
"Kami sudah sering bertanya, 'nanti kalau ketahuan gimana? Izin komandan, saya punya anak dan istri'," kata Andreas.
Priyanto merupakan terdakwa kasus tabrakan yang menewaskan pasangan sejoli, di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.
Kedua korban adalah Salsabila (14) dan Handi Saputra (17) yang kemudian dibuang di aliran Sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah.
Baca juga: Bawa Tanah Kampung Akuarium untuk Citrakan Anti-Penggusuran, Pengamat Sebut Anies Buka Aib Sendiri
Priyanto didakwa dengan pasal pembunuhan berencana, penculikan, kejahatan pada kemerdekaan orang, dan menyembunyikan kematian.
Dalam sidang pembacaan dakwaan, Selasa (8/3/2022), Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy membacakan kronologi kejadian.
Kejadian bermula ketika Priyanto bersama dua terdakwa lain yaitu Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko melewati Nagreg hendak menuju Yogyakarta dengan menggunakan mobil Isuzu Panther.
Sekitar pukul 15.30 WIB, mobil bertabrakan dengan motor Satria FU yang dikendarai oleh dua korban.
Setelah insiden terjadi, warga tiba untuk melakukan pertolongan.
Berdasarkan keterangan para saksi, Salsabila meninggal dunia di lokasi kejadian karena luka parah di kepala dan patah tulang pada kaki kanannya.
Baca juga: Tersangka Teroris di Tangerang Disebut Ditangkap Saat Subuh
Sementara Handi masih hidup dengan kondisi merintih kesakitan.
“Saksi empat, lima, enam, dan tujuh melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup dan masih bernapas serta bergerak seperti menahan sakit,” tutur Wirdel.
Para saksi yang diperiksa Puspom TNI menyatakan, karena Unit Laka Satlantas tak kunjung tiba, Priyanto memerintahkan warga dan dua rekannya untuk membawa Salsa dan Handi.
Upaya itu sempat dihalangi oleh warga yang meminta Priyanto sabar menunggu petugas kepolisian atau pihak keluarga tiba.
Anjuran itu tak diindahkan Priyanto yang kemudian meminta Andreas memacu kendaraan menuju aliran Sungai Serayu guna membuang kedua korban tersebut.
Baca juga: BPBD DKI Ingatkan Potensi Hujan Sedang hingga Deras di Jabodetabek Hari Ini
Akibat dibuang ke dalam aliran Sungai Serayu, Handi yang masih dalam kondisi hidup akhirnya meninggal dunia.
Dugaan itu diperkuat dengan hasil temuan tim dokter saat melakukan visum et repertum.
Priyanto didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Ia juga didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Priyanto juga dikenai dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan yerhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Sejak Januari, Polda Metro Catat 6 Kecelakaan Bus Transjakarta Diduga akibat Kelalaian Sopir
Terakhir, Priyanto dikenai dakwaan subsider ketiga yaitu Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian.
Jika berpatokan dengan dakwaan primer yaitu Pasal 349 KUHP maka Priyanto terancam hukuman mati, seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.