JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan pernah menyampaikan kecurigaan bahwa langkanya minyak goreng di pasaran akibat ditimbun oleh warga.
Kecurigaan itu dilontarkan Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko karena stok minyak goreng yang tak kunjung normal di pasaran.
Didid mengeklaim bahwa dicek di tingkat produsen, produksi minyak goreng seharusnya mencukupi kebutuhan domestik. Tidak ditemukan gangguan juga pada proses distribusi minyak goreng ke pasaran.
Baca juga: Minyak Goreng Mahal, Langka, lalu Mahal Lagi...
Akan tetapi, kata dia, muncul persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan barang, yakni panic buying.
Lantaran sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, masyarakat membeli melebihi kebutuhan ketika mendapatkan kesempatan.
Padahal, hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menimbun minyak goreng.
“Tapi ini baru terindikasi,” kata dia saat kunjungan kerja ke Palembang, dikutip dari Antara, Minggu (6/3/2022).
Baca juga: Kecurigaan Kemendag, Banyak Warga Menyetok Minyak Goreng di Rumah
Sepekan lebih setelah pernyataan kontroversial itu dilontarkan, kelangkaan minyak goreng belum juga teratasi. Akhirnya, pemerintah pun memutuskan mencabut aturan terkait harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.
Harga minyak goreng yang semula diregulasi pemerintah, mulai Rabu (16/3/2022), dikembalikan ke mekanisme pasar.
Sehari setelah itu, stok minyak goreng kemasan di pasaran pun langsung kembali melimpah, tetapi dengan harga yang jauh lebih mahal.
Saat diatur pemerintah, harga tertinggi untuk minyak goreng kemasan adalah Rp 14.000 per liter, tetapi kini naik hingga mencapai Rp 24.000.
Baca juga: HET Dicabut, Harga Minyak Goreng Langsung Melejit, Stoknya Kini Melimpah Tak Lagi Gaib...
Titin (32), warga Jakarta Selatan, mempertanyakan mengapa stok minyak goreng mendadak kembali melimpah saat harga naik.
Ia menilai fenomena tersebut menunjukkan bahwa ada pihak yang selama ini sengaja menimbun minyak goreng hingga menimbulkan kelangkaan.
"Jadi ini kayaknya memang ditunggu-tunggu supaya harganya naik dulu, baru dikeluarin semua," kata Titin kepada Kompas.com, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Minyak Goreng Kembali Melimpah Saat Harganya Naik, Warga: Terbukti Bukan Emak-emak yang Timbun
Ibu yang satu anak ini mengaku sempat menjadi korban dari kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu. Karena stok minyak goreng di rumahnya habis, ia pun harus berkeliling ke sejumlah minimarket di Ibu Kota.
"Sekitar seminggu lalu nyari minyak goreng susah banget. Sampai keliling ke beberapa tempat baru akhirnya dapat. Itu juga pembeliannya dibatasi hanya boleh 2 liter," ujarnya.
Titin pun menilai, kembali melimpahnya stok minyak goreng di pasaran saat ini membuktikan bahwa tak ada penimbunan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga.
"Jadi ini terbukti kan bukan emak-emak yang menimbun ya," kata dia.
Azizah (30), seorang ibu rumah tangga dan pengusaha jasa boga kecil-kecilan, juga mengaku heran dengan keberadaan minyak goreng.
Azizah menuturkan, ia sempat mencari minyak goreng ke pasar swalayan pada Rabu (16/3/2022) siang, tetapi tidak ketemu.
Akan tetapi, sore hari setelah pemerintah resmi mencabut aturan HET, minyak dengan merek-merek terkenal langsung tersedia kembali di swalayan dekat kediamannya di Jatiasih, Bekasi.
"Enggak masuk akal, siang saya cari enggak ada, sore pas pengumuman (HET) dicabut langsung baris rapi itu minyak (di etalase)," kata Azizah.
Baca juga: HET Minyak Goreng Kemasan Dicabut, Pengusaha Catering Bingung Cari Untung
Azizah juga kaget begitu melihat harga minyak goreng kemasan yang dijual saat ini melonjak drastis dibandingkan sebelum diberi subsidi. Ia mengaku berat untuk membeli minyak dengan harga lebih kurang Rp 50.000 untuk ukuran 2 liter.
"Bingung, mau naikkin harga (katering) takut enggak ada yang beli, enggak dinaikkin untungnya tipis banget," ujarnya.
Belakangan, Menteri Perdagangan M Lutfi mengakui juga bahwa langka dan mahalnya minyak goreng disebabkan oleh adanya mafia yang bermain. Jadi, bukan karena ditimbun emak-emak seperti kecurigaan anak buahnya.
Lutfi menyebutkan, para mafia itu menyelundupkan minyak goreng sampai ke luar negeri.
"Ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari minyak goreng ini. Misalnya minyak goreng yang seharusnya jadi konsumsi masyarakat masuk ke industri atau diselundupkan ke luar negeri. Jadi di sini saya bilang mafia yang mesti kita berantas bersama," ujarnya saat Rapat Kerja dengan DPR Komisi VI, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: 6 Pernyataan Mendag soal Mahalnya Minyak Goreng: Ada Mafia hingga Pengaruh Invasi Rusia ke Ukraina
Lutfi pun menyampaikan permohonan maaf karena tidak mampu menormalisasi harga minyak goreng.
Karena mafia-mafia yang mengambil keuntungan pribadi itu, berbagai kebijakan yang dilakukan Kementerian Perdagangan tidak bisa menurunkan harga minyak goreng di pasaran.
"Dengan permohonan maaf, Kemendag tidak dapat mengontrol karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat," ujarnya
Kemendag mengaku memiliki keterbatasan wewenang dalam undang-undang untuk mengusut tuntas masalah mafia dan spekulan minyak goreng.
Baca juga: Siap Tindak Mafia Minyak Goreng, Ini yang Dilakukan Satgas Pangan Polri
Oleh karenanya, dia meminta bantuan kepada Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri untuk menindak mafia dan para spekulan minyak goreng.
"Sementara ini kita punya datanya dan sedang diperiksa oleh kepolisian Satgas Pangan, tetapi keadaannya sudah sangat kritis oleh ketegangan," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.