"Memang gap (usia) nya jauh karena jumlahnya tadinya banyak, tempatnya di RPTRA, jadi tidak bisa langsung per kelas," kata dia.
Di sekolah tersebut, dia menginisiasi program Mendarat (mendongeng dan belajar santai) dan Berlayar (melakukan field trip yang bersifat edukasi).
Namun, akibat pandemi Covid-19, kata dia, saat ini pihaknya lebih banyak menjangkau anak-anak yang sekolah mengingat adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Baca juga: Koalisi Warga Jakarta Minta Anies Tak Lakukan Betonisasi Untuk Atasi Banjir
Pasalnya, kata dia, banyak anak yang kesulitan mendapatkan kuota, mengingat pekerjaan orangtuanya yang penghasilannya sedikit seperti penjual gorengan atau cleaning service.
"Karena pandemi ini, kami tidak bisa melaksanakan program Mendarat sehimgga beralih mendarat dari rumah. Anaknya total 44 anak, tapi karena pandemi ini akhirnya tidak semua punya gawai, hanya sekitar 30 yang ikut," kata dia.
Terkait dengan itu, pihaknya juga memberikan donasi gawai kepada 4 orang anak dengan melakukan survei terlebih dahulu, seperti donasi kepada yang sudah sekolah.
Meskipun pada masa pandemi sulit menjangkau anak marjinal, kata dia, tetapi mereka yang saat pandemi tidak sekolah tetap ingin mengikuti aktivitas sekaligus harus mencari uang.
Pihaknya juga memberikan beasiswa kepada anak-anak di Sekoci yang memiliki nilai bagus di sekolah dan di Sekoci.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Ujang Sarjana, Diduga Aniaya Preman yang Lakukan Pungli di Pasar Bogor
"Kami dapat 9 anak yang beasiswa. Kalau untuk sekolah negeri kan mereka sudah dapat dana bantuan, jadi mereka dialihkan untuk membeli seragam, buku, dan lainnya. Tapi kalau yang swasta murni untuk membayar SPP," kata dia.
Ajeng mengatakan, hingga saat ini, dirinya masih ikut mengajar di Sekoci bersama para relawan yang direkrut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.