JAKARTA, KOMPAS.COM - Organisasi masyarakat Khilafatul Muslimin ditengarai telah memiliki kurang lebih 14 ribu anggota di berbagai wilayah di Indonesia.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menuturkan para anggota tersebut disematkan sebagai "warga Khilafatul Muslimin" dan telah menjalani baiat atau disumpah ketika bergabung.
"Harus lebih dulu baiat (disumpah) oleh khalifah atau amir daulah kewilayahan. Apabila sudah dibaiat, baru dinyatakan resmi menjadi warga Khilafatul Muslimin," ungkap Hengki, Kamis (16/6/2022).
Baca juga: Polda Metro Jaya: Khilafatul Muslimin Punya 14.000 Anggota yang Sudah Dibaiat
Hengki belum dapat menjelaskan secara terperinci jumlah anggota Khilafatul Muslimin yang berada di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
Dia hanya mengatakan bahwa para anggota kelompok yang diduga bertentangan dengan ideologi Pancasila itu disebut sebagai "warga Khilafatul Muslimin".
Setelah disumpah oleh pemimpin kelompok wilayah, para anggota akan mendapatkan nomor induk warga (NIW) Khilafatul Muslimin yang serupa dengan nomor induk kependudukan (NIK) di KTP.
"Apabila sudah dibaiat, baru dinyatakan resmi menjadi warga Khilafatul Muslimin," ungkap Hengki.
Baca juga: Bukti Nyata Ingkari RI dan Misi Utama Khilafatul Muslimin untuk Ganti Ideologi Negara
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Komisaris Bersar Hengki Haryadi mengungkapkan anggota Khilafatul Muslimin terdiri dari berbagai kalangan dan profesi.
Ketika didalami, kepolisian mengungkapkan anggota kelompok yang bertentangan dengan Pancasila itu berasal dari kalangan wiraswasta, petani, hingga guru.
Baca juga: Polisi: Anggota Khilafatul Muslimin Terdiri dari Wiraswasta, Dokter, hingga ASN
"Setelah kami klasifikasi (warga Khilafatul Muslimin), yang tertinggi (terbanyak) wiraswasta, kemudian petani 20 persen, karyawan 25 persen, guru 3 persen," ujar Hengki.
Selain itu, lanjut Hengki, terdapat pula anggota Khilafatul Muslimin yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) hingga berprofesi sebagai dokter. "Termasuk di sini ada ASN dan juga dokter, dan lain sebagainya," ucap Hengki.
Setelah disumpah, setiap anggota Khilafatul Muslimin diwajibkan membayar uang iuran Rp 1.000 per hari. Uang iuran yang dibebankan kepada anggota itu pun menjadi salah satu sumber dana kelompok.
Para anggota yang disebut warga Khilafatul Muslimin itu juga diwajibkan bersedekah sebesar 10-30 persen dari total penghasilan bulanan.
Baca juga: MUI Sebut Khilafatul Muslimin Berbahaya dan Rugikan Umat Islam
Jika tidak menjalankan kewajiban itu, anggota tersebut dianggap telah melanggar baiat atau sumpah kepada pemimpinnya saat bergabung dengan ormas Khilafatul Muslimin.
"Apabila tidak melaksanakan, dianggap melanggar isi baiat, di mana salah satu poinnya yaitu setiap warga Khilafatul Muslimin wajib setia dan patuh kepada khalifah (Abdul Qadir Hasan Baraja)," ungkap Hengki.
Uang-uang tersebut diduga dikumpulkan secara tunai ataupun dikirimkan ke rekening milik ormas Khilafatul Muslimin yang kini telah dibekukan.
Baca juga: Anggota Khilafatul Muslimin Diwajibkan Setor 10-30 Persen Penghasilan dan Iuran Rp 1.000 Per Hari
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan 21 rekening dari berbagai bank yang terkait organisasi masyarakat (ormas) Khilafatul Muslimin.
Direktur Analisis Transaksi PPATK Maryanto mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dan bekerja sama dengan penyidik dalam penyelidikan ormas Khilafatul Muslimin.
Setidaknya ada 21 rekening dari berbagai bank yang digunakan oleh kelompok Khilafahtul Muslimin untuk mengelola keuangan organisasi.
Baca juga: Kemendikbud: Khilafatul Muslimin Langgar Ketentuan Penyelenggaraan Pendidikan
"Langkah yang sudah diambil oleh PPATK selama ini adalah telah menghentikan sementara atau istilah awam membekukan sementara sekitar 21 rekening yang ada di beberapa bank," ujar Maryanto dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022).
Pembekuan rekening tersebut, kata Maryanto, dilakukan untuk mempermudah penyidik mendalami aliran dana dan pengelolaan keuangan ormas Khilafatul Muslimin.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyebutkan bahwa organisasi masyarakat (ormas) Khilafatul Muslimin membangun negara di dalam negara.
Hal itu disampaikan Fadil ketika memaparkan hasil penyelidikan terhadap ormas yang diduga bertentangan dengan ideologi Pancasila tersebut.
Baca juga: Kapolda Metro Jaya Sebut Ormas Khilafatul Muslimin Membangun Negara di Dalam Negara
"Dari hasil penyelidikan, di bawah permukaan senyatanya ormas ini telah membangun struktur pemerintahan, membangun sistem kewarganegaraan dan susunan kemasyarakatan," ujar Fadil di Mapolda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022).
Selain itu, lanjut Fadil, Khilafatul Muslimin juga diketahui telah membangun suatu sistem pertukaran uang dan jasa, serta sistem pendidikan yang terkait dengan ideologi khilafah.
"Yang keseluruhannya mengerucut pada adanya situasi yang menunjukkan adanya negara dalam negara," kata Fadil.
Saat ini kepolisian masih terus menyelidiki ormas Khilafatul Muslimin. Sejumlah petinggi kelompok penyebar ideologi khilafah ini yelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: BNPT Sebut Khilafatul Muslimin Pakai Strategi Berpura-pura Tak Ingin Ubah Pancasila
Polda Metro Jaya hingga kini telah menangkap enam orang petinggi ormas Khilafatul Muslimin dan menetapkan mereka sebagai tersangka.
Satu di antaranya adalah pendiri sekaligus pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin, yakni Abdul Qadir Hasan Baraja di Bandar Lampung.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, polisi menangkap lagi empat orang berinisial AA, IN, FA, dan SW, yang menjadi tokoh sentral dalam pergerakan ormas Khilafatul Muslimin.
Terbaru, kepolisian juga menangkap AS pada Senin (13/6/2022) di wilayah Mojokerto, Jawa Timur. Dalam kesehariannya di organisasi, AS mendoktrin orang lain bahwa khilafah dapat menggantikan Pancasila sebagai ideologi di Tanah Air.
Baca juga: BNPT: Khilafatul Muslimin Sangat Berbahaya, Tanpa Disadari Sebarkan Ideologi Khilafah
Keenam orang tersebut dipersangkakan dengan Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Kemudian, Pasal 14 Ayat (1) dan (2), dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun.
(Penulis: Tria Sutrisna)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.