Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karut Marut Polusi Udara di Jakarta dan Peran Jabar dan Banten yang Dipertanyakan

Kompas.com - 23/06/2022, 22:05 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi udara Jakarta yang berada pada level tak sehat sudah tidak dipungkiri. Juru Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu pun meyakini acuan data dari mana pun juga menunjukkan hal serupa.

Bondan menyayangkan sejak gugatan sejumlah kelompok masyarakat soal polusi udara yang dikabulkan pengadilan sejak tahun lalu, belum memberikan dampak yang signifikan.

Pada 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan Presiden Joko Widodo hingga Gubernur DKI Anies Baswedan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yaitu polusi udara.

"Seharusnya sudah ada langkah nyata kerja sama lintas pemerintah DKI Jakarta, Jawa barat, dan Banten untuk mengendalikan pencemaran udara," tutur Bondan kepada Kompas.com, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Setengah Hati Uji Emisi di DKI...

Adapun DKI Jakarta sempat menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia sejak pekan lalu yang dilansir dari situs IQ Air.

Di samping itu, Air Quality Life Index (AQLI) atau indeks kehidupan kualitas udara berdasarkan laporan dari Energy Policy Institute at the University of Chicago (EPIC) menunjukkan, penduduk yang berada di Jakarta diperkirakan kehilangan harapan hidup rata-rata 3-4 tahun akibat polusi udara.

Lemahnya Supervisi Pemerintah Pusat

Menurut Bondan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah meluncurkan laporan tahunan pada 2022 yang menyebutkan adanya transboundary air pollution atau polusi udara lintas batas.

"Perlu ada supervisi dan pengawasan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Dalam Negeri seperti tertuang dalam perintah hakim dalam gugatan warga negara soal polusi udara," ujar Bondan.

Menurut Bondan, pemicu tak terkendalinya polusi udara karena adanya sumber pencemar udara yang tidak dikendalikan dan tanpa koordinasi lintas pemerintah dan kementerian.

Seharusnya, kata Bondan, ketika sudah tidak bisa dibantah lagi bahwa udara Jakarta tidak sehat, maka pemerintah segera melakukan pengendalian sumber pencemar udaranya.

Baca juga: Greenpeace Desak Pemerintah Pusat Turun Tangan Atasi Polusi di Jakarta

"Jakarta sudah meluncurkan laporan apa saja sumber pencemarnya. Dan sejatinya itu juga dilakukan oleh Jakarta, Jawa Barat, dan Banten," ujar Bondan.

Direktur Eskekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suci Fitria Tanjung menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang belum maksimal dalam pengendalian emisi yang menjadi sumber pencemaran udara.

Apabila merujuk pada putusan PN Jakarta Pusat, Suci menilai perlu ada tekanan dari pemerintah pusat untuk mengendalikan emisi yang ada di Ibu Kota. Pasalnya, permasalahan ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya Jakarta.

"Artinya ada kelemahan proses penanganan kebijakan atau political will dari pemerintah pusat untuk mensupervisi dan menginventarisasi emisi lintas batas," tutur Suci.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com