JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena Citayam Fashion Week dimulai saat banyak remaja dari kawasan penyangga Jakarta yang menongkrong dengan penampilan mencolok di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat.
"SCBD", begitulah istilah yang belakangan disematkan kepada muda-mudi yang kerap menongkrong di kawasan dekat Jalan Jenderal Sudirman itu.
Kata "SCBD" sudah lama dikenal sebagai akronim untuk kawasan Sudirman Central Bisnis Distrik, suatu kawasan perkantoran terpadu di ibu kota.
Namun belakangan SCBD dipelesetkan menjadi Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok, mengacu pada daerah asal remaja yang kerap berkumpul di Dukuh Atas.
Meski demikian, pejabat di pemerintah kota Depok terus menyangkal bahwa banyak remaja di daerah itu yang lebih memilih menongkrong di kawasan Dukuh Atas.
Hal itu berbanding terbalik dengan sikap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mendukung warganya berkreasi di pusat ibu kota.
Sebagai bentuk dukungan kepada warganya, Ridwan Kamil bahkan menyempatkan berkunjung ke Dukuh Atas.
Hal itu ia lakukan pada Rabu (20/7/2022) usai menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Tak sekedar berkunjung, pria yang disapa Emil itu bahkan ikut bergaya di atas "catwalk" zebra cross kawasan Dukuh Atas.
Mengenakan paduan jas warna cokelat dengan sepatu, kaus, dan topi putih, Emil melenggangkan kaki di zebra cross layaknya para remaja "SCBD" yang tengah beradu outfit di ajang Citayam Fashion Week.
Emil mengaku mendukung warganya yang berkegiatan positif di Dukuh Atas.
"Daripada tawuran mending nongkrong fashion show," kata Emil.
Baca juga: Jajal Catwalk SCBD, Ridwan Kamil: Daripada Tawuran Mending Fashion Show
Emil pun tak malu-malu mengakui bahwa Pemprov DKI Jakarta sudah menyediakan ruang publik yang nyaman sehingga warganya mau jauh-jauh datang ke ibu kota untuk sekedar menongkrong dan beradu gaya disana.
Ia menilai, ruang publik di kawasan Sudirman yang notabene didominasi bangunan perkantoran, berhasil dimanfaatkan oleh segelintir anak-anak muda untuk menggelar kegiatan kreatif.
"Ruang istirahat ini disediakan dengan baik pasti manusia juga berkegiatan yang positif," ujarnya.
Emil lalu menyinggung soal ruang publik di wilayah yang dipimpinnya.
Baca juga: Pesan Ridwan Kamil kepada Baim Wong soal Citayam Fashion Week: Biarkan Tetap Slebew
Ia menyebut kegiatan warga yang berkumpul dengan kegiatan positif di ruang publik banyak ditemukan di Bandung, ibu kota provinsi Jawa Barat.
Namun ia mengakui, ruang publik kota besar di Jawa Barat lain seperti Depok belum maksimal.
"Mungkin Depok harus dimaksimalkan," kata Emil, yang juga mantan Wali Kota Bandung itu.
Disaat Emil tak malu-malu mendukung kegiatan warganya di ibu kota, Pemkot Depok justru terus menyangkal bahwa warganya turut meramaikan ruang publik di Dukuh Atas.
Wali Kota Depok Mohammad Idris memastikan, tak ada warganya yang ikut nongkrong di "Citayam Fashion Week" sebagaimana yang diviralkan di media massa dan media sosial.
Idris memastikan jika kumpulan remaja yang mejeng dan pamer busana di lokasi tersebut bukan warga Depok.
Idris bahkan mengatakan, pihaknya telah mengecek asal domisili sejumlah remaja yang asik berlenggang di "Citayam fashion Week".
“Kami sudah cek, tidak ada (orang Depok). Dia adalah orang-orang Bogor, orang Manggarai pindah, sebagian ada sedikit masalah dalam keluarga dia pindah ke Bojonggede, lalu mereka main-main ke Jakarta," tutur Idris.
Baca juga: Wali Kota Depok Tak Terima Warganya Disebut Ikut Nongkrong di Citayam Fashion Week
“Ketika kami cek domisilinya segala macam, ya belum punya KTP karena di bawah 17 tahun,” timpalnya lagi.
Wali Kota Depok Imam Budi Hartono juga membantah anggapan bahwa fenomena "Citayam Fashion Week" muncul karena tidak ada fasilitas ruang publik yang memadai di Depok.
Ia mengklaim Pemkot Depok sudah menyediakan fasilitas publik yang memadai bagi para anak muda untuk berkreasi.
"Di sini sudah memadai, ada alun-alun. Kalau lihat alun-alun se-Indonesia, paling keren ada di Depok," ujar Imam.
Terbaru, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah (Bappeda) Kota Depok Dadang Wihana turut angkat bicara.
Ia bahkan menyebut Pemkot Depok sampai menggelar investigasi untuk membuktikan tak ada warga Depok yang menongkrong di Dukuh Atas.
Dari hasil investigasi itu, Dadang mengklaim kebanyakan remaja yang berkumpul di Dukuh Atas bukan berasal dari wilayahnya.
"Untuk fenomena yang terjadi saat ini kalau ditelusuri dari aktivitas itu (Citayam Fashion Week), mereka bukan berasal dari Depok, tetapi berasal dari Bojonggede," kata Dadang saat ditemui Kompas.com di Kantor Bappeda Depok, Kamis (28/7/2022).
"Karena kami telah melakukan investigasi, memang itu bukan warga Depok, inisiator dari 'SCBD'," kata Dadang.
Dadang melanjutkan, sebelumnya Pemkot Depok memang berdiam diri.
Namun, karena istilah "SCBD" kerap disematkan pada remaja asal Depok, Dadang akhirnya merespons untuk memberi klarifikasi.
Ia pun meminta publik tak asal berkomentar tanpa fakta dan data yang jelas.
"Makanya untuk membahas itu berdasarkan fakta, data dan baru dianalisis siapa mereka, dan dari mana mereka, baru mengomentari," kata dia.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga menyesalkan sikap Pemkot Depok yang cenderung menyangkal belum adanya ruang publik memadai di kota tersebut.
Padahal, semula ia berharap hadirnya fenomena "SCBD" ini bisa menyadarkan pemerintah daerah masing-masing soal pentingnya ruang terbuka publik.
"Hadirnya SCBD ini seharusnya mendorong pemerintah kota/kab Bodetabek, termasuk Citayam dan Bojong Gede dan Depok, untuk menyediakan ruang-ruang publik atau taman kota yang menarik, terbuka untuk berbagai kegiatan anak muda," kara Nirwono.
Baca juga: Dishub Tertibkan Parkir Liar di Sekitar Citayam Fashion Week, Sejumlah Sepeda Motor Diangkut
Selain soal ruang terbuka publik yang memadai, Nirwono juga menilai pekerjaan rumah lain yang harus dikerjakan secara serius adalah soal transportasi umum.
Setiap pemkot/pemkab di wilayah penyangga ibu kota harus menyediakan transportasi umum yang nyaman, murah, serta bisa menjangkau setiap area ruang terbuka yang ada.
Sebab, ia menilai fenomena Citayam Fashion Week ini juga tak bisa dilepaskan dari faktor tersedianya transportasi publik di area Dukuh Atas.
Para remaja dari berbagai wilayah penyangga Jakarta cukup menumpang KRL Commuter Line dengan ongkos relatif murah untuk sampai kesana.
"Ruang publik yang disiapkan tiap daerah penyangga ibu kota juga harus strategis, mudah dicapai angkutan umum, sehingga anak muda yang ingin berkegiatan tidak perlu ke Dukuh Atas," ujar Nirwono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.