TANGERANG, KOMPAS.com - Kasus santri inisial MRE (15) yang menganiaya BD (15), teman sepondoknya hingga tewas, belakangan ramai diperbincangkan.
Sebagai informasi, peristiwa perkelahian berujung penganiayaan hingga tewas itu terjadi di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Tangerang pada Minggu (7/8/2022).
Menanggapi itu, pihak pengelola pondok pesantren bersangkutan pun turut angkat bicara.
Salah seorang pengasuh atau guru di ponpes tersebut, Islah (21), mengaku mengetahui detik-detik BD tidak sadarkan diri.
Baca juga: Aniaya Teman hingga Tewas, Santri Pondok Pesantren di Tangerang Jadi Tersangka
Dalam peristiwa ini Islah merupakan guru pertama yang dikabarkan santri-santrinya mengenai kondisi korban. Dia lah yang membawa korban ke klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.
"Pasti kami juga enggak mau ada kejadian seperti ini, itu juga kan pas siang (dikabari santri)," ujar Islah saat dihubungi, Selasa (9/8/2022).
Ia menjelaskan, pihak ponpes sudah berkomunikasi sejak awal dengan orangtua korban.
"Kami pasti ingin yang terbaik, pasti kami akan memberi yang terbaik. Kami sudah (penuhi) apa yang diinginkan orangtua korban," kata Islah.
Baca juga: Penganiaya Santri hingga Tewas Jadi Tersangka Usai Polisi Olah TKP
Kemudian, pihak ponpes sudah memberikan klarifikasi kejadian kepada semua orangtua santri.
Selain itu, lanjut Islah, pihak kepolisian juga sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Ponpes.
Sebelumnya, keluarga korban menduga bahwa BD tewas oleh temannya MRE disebabkan lantaran adanya kelalaian dari pihak Pondok Pesantren (Ponpes).
"Yang dituntut oleh orangtua korban itu adanya kelalaian (ponpes) terkait soal kejadian anaknya. Kejadian di pagi hari, diinfonya siang hari sudah meninggal," ujar Paman Korban, Endang (56) saat dihubungi, Senin (8/8/2022).
Keluarga korban mempertanyakan perihal keamanan di Pondok Pesantren tersebut. Karena, ponpes tidak mengetahui saat kejadian itu berlangsung.
Baca juga: Santri Dianiaya di Pondok Pesantren di Tangerang, Orangtua Baru Diberitahu Usai Korban Tewas
Pihak keluarga, kata Endang, diinformasikan mengenai kondisi korban justru saat korban telah meninggal dunia.
"Pas kejadian tidak ada yang tahu, diinfokan pas sudah meninggal. Terkait bagian sekuritinya barangkali (lalai)," jelas Endang.
Selain menuntut pondok pesantren, pihak keluarga juga menuntut agar pelaku dihukum seberat mungkin.
Terlebih perbuatan itu dilakukan pelaku hingga menghilangkan nyawa seseorang.
"Orangtua almarhum tadi diwawancarai di samping saya, beliau meminta pelaku dihukum sesuai perbuatannya. Kalau bisa dihukum seberat-beratnya," kata Endang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.