Foto dokumentasi yang pernah saya lihat adalah foto ketika pelepasan jenazah Bung Karno di luar Wisma Yaso. Di foto itu ada Ibu Dewi bersama putrinya yang masih anak-anak,” lanjut Irwansyah.
Namun, letak pasti bekas kamar Bung Karno pun simpang-siur. Namun banyak karyawan museum percaya bahwa bekas kamar peraduan Bung Karno adalah ruangan yang kini menjadi Ruang Khusus Jenderal Sudirman.
Ruang itu berdampingan dengan Ruang Khusus Jenderal Oerip Soemoharjo, yang dulu kamar kecil/kamar mandi Bung Karno. Sudirman dan Oerip adalah Dwi Tunggal pendiri TNI.
Mayor (CAJ) Edy Bawono, Perwira Seksi Bimbingan Informasi Museum memastikan bentuk bangunan luar dari Museum Satriamandala masih asli, termasuk pintu-pintu dan pilar-pilar berukirnya.
Baca juga: Kekaguman Wapres Maruf Amin saat Kunjungi Museum TNI AU, Lihat Helikopter yang dulu Dipakai Soekarno
Yang berbeda adalah dinding dari kubus-kubus kaca/gelas yang dulu adalah dinding kolam renang di wisma itu.
Kolam itu, kata Edy, sudah ditimbun untuk menjadi ruang pamer koleksi persenjataan artileri darat, udara, dan laut termasuk ranjau laut. Ada juga senjata tradisional bambu runcing dan bom molotov.
”Gedung utama museum yang berbentuk L ini adalah cagar budaya kelas 1. Jadi, bagian luar dan utama bangunan tidak boleh diubah. Kabarnya, bangunan Wisma Yaso ini rancangan Bung Karno sendiri. Katanya, mirip-mirip Istana Tampak Siring di Bali yang juga rancangan beliau,” tutur Edy.
Menurut Edy, Dewi Soekarno, ketika berkunjung kembali pada Februari lalu, mengatakan, tidak banyak yang berubah pada bangunan utama, bekas rumah tinggalnya itu.
Dewi Soekarno juga masih mengenali beberapa pohon kayu yang tetap tumbuh tinggi dan kolam ikan di halaman belakang.
”Ibu Dewi bilang, dulu kalau sore dia senang duduk di dekat jendela, memandang kolam ikan dan ke arah selatan. Mungkin dulu karena tidak banyak bangunan tinggi seperti sekarang, masih bisa melihat panorama Gunung Salak dari situ,” tutur Edy.
Baca juga: Update Kasus Pajero TNI Tertimpa Truk Pasir, Pemilik Truk Ganti Rugi Lalu Berakhir Damai
Di dalam Ruang Khusus Jenderal Sudirman terdapat berbagai benda bersejarah yang menjadi ikon dan bukti keeratan serta kegigihan rakyat bersama para prajurit TNI dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Ada tandu yang digunakan rakyat dan prajurit untuk membawa Sudirman dalam keadaan sakit parah.
Menurut Irawansyah, kursi kayu berukir sederhana dengan kombinasi anyaman rotan pada tempat duduk dan sandarannya merupakan salah satu kursi asli yang digunakan Panglima Besar TNI itu saat bergerilya melawan Agresi Militer II Belanda selama 7 bulan pada Desember 1948-Juli 1949.
Saat bergerilya itu, digunakan beberapa kursi untuk menandunya. Hanya ada tiga kursi yang berhasil ditemukan kembali, salah satunya yang ada di Museum Satriamandala yang merupakan sumbangan dari TNI-AD.
Selain tandu, ada pakaian khas laki-laki kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, tahun 1916, tersebut, yaitu mantel dan belangkon. Ada juga peta rute gerilya Jenderal Sudirman dan pasukannya.
Tak ketinggalan ucapan terkenal dari laki-laki yang diangkat menjadi panglima pada usia 29 tahun itu yang kini dipasang di dinding ruangan, yakni "TNI lahir karena Proklamasi dan bersumpah mati-matian hendak mempertahankan kesucian Proklamasi 17 Agustus 1945”.
(Kompas: Ratih Prahesti Sudarsono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.