JAKARTA, KOMPAS.com - Para jemaat Gereja Katedral, Kota Bogor, yang mengikuti ibadah misa hari raya Natal pada Minggu (25/12/2022), dikejutkan dengan kehadiran Presiden Joko Widodo.
Jokowi yang hadir didampingi Wali Kota Bogor, Bima Arya diberi kesempatan memberi sambutan dari atas mimbar Gereja Katedral. Dalam beberapa menit sambutannya, Jokowi menyampaikan ucapan selamat merayakan Natal 2022.
Jokowi juga sempat menyampaikan pesan perihal mempererat tali silaturahmi demi memperkuat toleransi antar umat beragama.
"Saya lihat tadi, Bapak, Ibu semuanya berkenan dan bahagia damai menyambut Natal pada pagi ini. Mari bersama-sama kita terus mempererat persaudaraan dan memperkuat lingkungan kita untuk kebangkitan Indonesia," kata Jokowi.
Baca juga: Kaget Didatangi Presiden Jokowi, Keuskupan Gereja Katedral Kota Bogor: Surprise, Sangat Bahagia
Wakil Pimpinan Keuskupan Gereja Katedral Kota Bogor Yohanes Suparto menilai kehadiran orang nomor satu di Indonesia di gerejanya sebagai sebuah sejarah manis.
"Ini menjadi sejarah bagi kami gereja Bogor, karena baru Pak Jokowi sebagai Presiden yang masuk ke gereja kami ini, baru Pak Jokowi," imbuhnya.
Sebenarnya sebelum dikunjungi Presiden Indonesia, gereja yang dibangun sejak 1896 ini telah menyimpan sejarah panjang sekaligus menjadi saksi terjadinya toleransi di Kota Bogor yang berlangsung sejak pemerintahan Hindia-Belanda.
Dikutip dari situs resmi BMV Katedral Bogor, sejarah gereja ini bermula pada 1881, saat tokoh agama Katolik dari Belanda yang tinggal di Kota Bogor, AC Claessens membeli sebuah tanah cukup luas untuk rumah peristirahatan.
Lahan ini ia beli di Bantammerweg atau yang dikenal dengan Jalan Kapten Muslihat.
Baca juga: Gereja Katedral, Gereja Katolik Pertama di Jakarta yang Usianya Lebih dari Seabad
Setelah dibangun, rumah peristirahatan ini kemudian juga dijadikan tempat pelaksanaan misa bagi umat, baik Kristen maupun Katolik, dari Batavia yang sedang berkunjung ke Bogor.
Dengan kata lain, rumah ibadah yang dibangun AC Claessens tidak hanya eksklusif untuk umat Katolik saja.
Bahkan pedagang Cina yang sedang dalam perjalanan dan warga pribumi yang kebanyakan beragama Islam kerap menjadikan rumah ini sebagai tempat peristirahatan.
Pada 1886, keponakan dari AC Claessens yang juga seorang Pastor yakni MYD Claessens mendirikan panti asuhan untuk anak-anak.
Saat itu bangunan panti asuhan tersebut baru bisa menampung enam orang anak yang di antaranya juga terdapat anak pribumi.
Baca juga: Asal Mula Museum Gereja Katedral Jakarta
Usaha pastoral dari MYD Claessens tersebut akhirnya dikembangkan hingga menjadi Yayasan Vincentius pada 1887, dan pada 1888 mendapat pengakuan dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.