TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Sebanyak 18 konsumen Meikarta yang tergabung dalam Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) digugat Rp 56 miliar oleh pengembang proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Gugatan dilayangkan setelah para konsumen menuntut haknya, berupa unit apartemen yang dijanjikan pengembang rampung pada 2019.
Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Larsi mengatakan, gugatan yang dilakukan PT MSU bisa menjadi preseden buruk bagi perusahaan bersangkutan.
Baca juga: Selain Digugat Pengembang, Konsumen Meikarta Disebut Pernah Disomasi dan Dilarang Demo
"Kalau menurut kami bahwa ini menjadi preseden buruk buat PT MSU, juga buat konsumen," ujar Larsi saat dihubungi, Rabu (25/1/2023).
"Kalau buat PSU, namanya dia akan jelek nantinya. Kalau di mata konsumen nantinya dia akan waspada apakah akan melakukan pembelian (produk PT MSU), kan bisnis itu berkelanjutan," lanjut dia.
Menurut Larsi, seharusnya PT MSU mendengarkan terlebih dahulu keluhan para konsumennya melalui komunikasi yang baik.
Baca juga: Konsumen Meikarta Digugat Rp 56 Miliar usai Tuntut Haknya, YLKI: Pengembang Tidak Tahan Kritik
Tak bisa dimungkiri, para konsumen merupakan mitra perusahaan yang dapat menentukan keberlangsungan hidup perusahaan nantinya.
"Karena yang melakukan (dugaan) wanprestasi dalam hal ini MSU. Kan serah terima harusnya 2019, belum dilakukan. Kemudian ada PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), itu kan adalah kesempatan adanya kesepakatan mereka berdamai," jelas Larsi.
Ia mengatakan, tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi oleh siapapun di zaman keterbukaan informasi ini.
Sehingga, perlu adanya keterbukaan komunikasi antar kedua belah pihak yang berseteru untuk menyelesaikan langsung permasalahan mereka.
Sementara itu, gugatan yang dilayangkan PT MSU bisa menjadi preseden buruk bagi konsumen karena dengan kejadian tersebut, calon konsumen secara tidak langsung jadi lebih waspada untuk memilih menggunakan produk-produk dari PT MSU.
"Dengan kondisi seperti ini, konsumen juga tetap harus hati-hati dan waspada apakah akan melakukan pembelian ke PT MSU," kata Larsi.
"Kemudian ini kan menjadi suatu boomerang juga, bahwa melakukan suatu bisnis itu harus ada konsumen yang menggunakan manfaat produknya. Ketika dia (pengembang) melakukan cara yang seperti itu adalah tidak baik menurut saya," lanjut Larsi.
Sebagai informasi, PT MSU merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang TBK.
Perusahaan itu menggugat 18 orang konsumen Meikarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan alasan pencemaran nama baik yang dinilai merugikan perusahaan.
Sidang perdana atas perkara ini pada awalnya dijadwalkan akan dilaksanakan pada Selasa (24/1/2023) sekitar pukul 09.30 WIB.
Akan tetapi, sidang perdana kasus ini akhirnya ditunda hingga dua pekan mendatang, yakni Selasa (7/2/2023).
Adapun gugatan ini bermula saat Ketua PKPKM Aep Mulyana dan 17 konsumen lainnya pada Desember 2022 menuntut pengembalian dana atas kerugian yang mereka alami.
Penuntutan itu dilakukan karena Aep dan konsumen proyek Meikarta tak kunjung mendapatkan unit apartemen yang dijanjikan akan serah terima tahun 2019.
Atas tindakan yang dilakukan oleh Aep dan rekan-rekannya itu, justru PT MSU melayangkan gugatan ke pengadilan.
Dalam gugatannya, PT MSU meminta majelis hakim menyita jaminan atau segala harta kekayaan Aep dan rekan-rekannya, yang digunakan dalam perjanjian jual beli properti di proyek Meikarta ini.
Aep dan 17 orang lainnya juga diminta menghentikan dan tidak mengulangi segala tindakan, aksi, serta pernyataan-pernyataan yang memfitnah dan merusak reputasi dan nama baik penggugat.
Poin berikutnya menyatakan bahwa Aep dan 17 orang tergugat bersalah dalam perkara ini harus membayar kerugian materiil dengan total Rp 56 miliar.
Tergugat juga diminta untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka di tiga harian koran nasional sebesar setengah halaman, yaitu di harian Kompas, Bisnis Indonesia, dan Suara Pembaruan.
"Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Atau jika majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," dikutip Kompas.com dari isi gugatan di situs web PN Jakarta Barat, Selasa (24/1/2023).
Pihak PT MSU juga meminta majelis hakim dapat mengesahkan sita jaminan itu, meski nantinya para tergugat, yakni Aep dan rekan-rekannya, melakukan upaya banding ataupun kasasi selama proses penegakan hukum berlangsung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.