JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hasya Atallah Syahputra, yang tewas setelah diduga ditabrak pensiunan polisi, malah ditetapkan sebagai tersangka akibat dianggap lalai saat mengendarai sepeda motornya.
Namun, salah satu anggota tim advokasi keluarga Hasya, Gita Paulina, mendesak polisi tidak melihat peristiwa kecelakaan itu secara sepotong.
Ia menilai, seharusnya polisi juga mengusut soal AKBP Purnawirawan Eko Setia BW yang enggan menolong saat korban kritis.
"Jadi ketika kita bicara tindak pidana, kita jangan potong-potong. Kita hanya melihat bahwa Hasya mengendarai motor dan motornya oleng," ujar Gita di Sekretariat ILUNI UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
"Makanya, saya tanya ini lanjutannya apakah polisi memeriksa ada tindakan bahwa Hasya terlindas. Ada tindakan di mana Hasya sekarat, tidak ditolong," sambung dia.
Gita melihat penetapan tersangka kliennya berat sebelah.
Tindak pidana itu ditetapkan hanya pada kliennya dan mengesampingkan peristiwa kecelakaan itu secara utuh.
Padahal, Gita meyakini bahwa aparat kepolisian sebenarnya mampu menerjemahkan peristiwa kecelakaan yang tergolong sebagai tindak pidana.
"Polisi lebih tahu bahwa yang mana masuk tindak pidana, meninggalkan orang dalam keadaan sekarat," imbuhnya.
Versi polisi
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman mengatakan, Hasya tewas karena kelalaiannya sendiri, bukan akibat kelalaian pensiunan anggota Polri yang menabraknya.
Karena itulah, Hasya ditetapkan sebagai tersangka meski meninggal dunia. L
"Jadi dia menghilangkan nyawa sendiri karena kelalaian sendiri," ujar Latif dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/1/2023).
Latif mengatakan, Hasya kurang hati-hati dalam mengendarai motor di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, pada 6 Oktober 2022.
Saat itu, situasi jalan sedang licin karena hujan. Kendaraan Hasya melaju dengan kecepatan lebih kurang 60 kilometer per jam.