JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Ketua Jon Sarman Saragih menegur Anthony Djono, kuasa hukum mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
Jon meminta agar salah satu kuasa hukum yang dipimpin Hotman Paris Hutapea itu tidak bersikap seolah menggurui dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (13/3/2023).
Peristiwa ini berawal dari kubu Teddy bertanya kepada saksi ahli forensik digital PT Digital Forensik Indonesia, Ruby Zukri Alamsyah soal kesalahan tanggal pada laporan digital forensik yang diketik secara manual dapat dijamin keasliannya.
“Kalau ada ahli yang menerangkan, terkait dengan laporan digital forensik yang ternyata diketik secara manual, dan kebetulan kita banyak temui banyak kesalahan tanggal, kesalahan nomor pengirim, nomor handphone, kemudian dinyatakan ada kemungkinan kesalahan ketik chat? Apakah masih bisa dijamin keaslian dan keutuhan?” tanya Anthony.
Baca juga: Hakim Tegur Saksi di Sidang Teddy Minahasa: Tadi Tidak Bilang Wartawan, Disebut Wiraswasta
Ruby menjelaskan, bahwa mengetik ulang laporan digital forensik tak mungkin dilakukan seorang ahli. Dia juga menilai, bahwa pernyataan pengetikan ulang merupakan hal yang tidak masuk akal.
"Enggak mungkin seorang ahli itu mengetik ulang percakapan. Dan kalau dia mengetik seluruh percakapan yang tadi cukup banyak, siapa yang bisa jamin bahwa percakapan itu benar sesuai aslinya," papar Ruby.
Soal adanya kesalahan ketik dalam chat bukti digital forensik, Ruby mengatakan bahwa itu merupakan hal yang janggal. Dia menyatakan, hal ini seharusnya tak terjadi lantaran bukti digital forensik diperiksa secara otomatis melalui software khusus.
“Jadi sudah ada tools forensik dan bisa melakukan export mestinya tampilannya itu otomatis dari software-nya. Sehingga, pernyataan tersebut menurut saya tidak masuk akal,” ucap Ruby.
Anthony kembali mengajukan pertanyaan, kali ini soal berita acara Polda Metro Jaya yang menyebutkan kalau laporan tersebut merupakan ketikan manual. Mendengar pertanyaan tersebut, Jon meminta tim kuasa hukum terdakwa untuk tidak menggurui.
“Iya sudah dicatat. Jangan ikut seolah saudara menggurui di sini, ini semua sudah dicatat semuanya. Nanti kita simpulkan, jadi jangan ragu lah. Berpikir positif saja semua,” jelas Hakim Jon.
Persidangan kemudian kembali berlangsung.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Baca juga: Kasus Tukar Sabu Jadi Tawas, Teddy Minahasa Sempat Datangi Ruang AKBP Dody
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.