JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan segala yang bukti dalam pengadilan kasus terdakwa penganiayaan D (17), AG (15).
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam webinar “Membedah Putusan Tingkat Pertama dan Banding kasus Anak AGH”, Minggu (7/5/2023).
“Yang pertama, kami ingin berbicara dalam konteks dua hal, mitigasi dan proses peradilan, karena ini harus diperiksa oleh MA,” kata Erasmus.
Baca juga: Klaim AG Orang Pertama yang Menolong D, Kuasa Hukum: Ada dalam CCTV dan BAP
Ia berharap, MA dapat mempertimbangkan seluruh bukti yang ada, seperti bukti rekaman CCTV dan forensik laporan psikologis AG.
“Ada bukti CCTV, laporan forensik psikologis anak AGH yang kemudian terlambat diajukan di Pengadilan Negeri karena pemeriksaannya cukup lama dan pengadilan anak cukup cepat,” tutur Erasmus.
“Di Pengadilan Tinggi berkas masuk tanggal 26 April, termasuk berkas forensik psikologis AG. Hakim ditunjuk tanggal 26 April, tanggal 27 (sudah) putusan,” lanjut dia.
Baca juga: Kuasa Hukum AG Sebut Pengembalian Kartu Pelajar Jadi Akal Bulus Mario untuk Memaksa Bertemu dengan D
Erasmus menegaskan, putusan yang dibuat oleh hakim tidak boleh dibuat berdasarkan asumsi.
“Tidak boleh didasarkan asumsi, (atau) pada pemahaman sepihak oleh hakim. Harus berdasarkan fakta, yang mana enggak mungkin kami mengajarkan hakim,” tegas dia.
Diketahui, AG dinyatakan bersalah dan divonis hukuman 3,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Keputusan itu dibacakan Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara pada Senin (10/4/2023).
“AG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu," ujar Hakim Sri saat membacakan putusan.
Baca juga: Klaim AG Jadi Orang Pertama yang Tolong D, Kuasa Hukum: Dia Bilang Yang Kuat Ya..
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan yang menuntut empat tahun.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan AG tidak dijatuhi hukuman yang lebih berat ketimbang tuntutan JPU.
Pertama, AG masih berusia 15 tahun dan diharapkan masih bisa memperbaiki diri.
Kedua, AG menyesali perbuatan yang dilakukan.
Ketiga, AG mempunyai orang tua yang menderita stroke dan penyakit kanker paru-paru stadium empat.
Baik jaksa maupun kuasa hukum AG pun mengajukan banding atas vonis tersebut.
Kemudian, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutuskan untuk menguatkan vonis terhadap AG pada Kamis (27/4/2023).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.