Keluarga Yani, terutama sang ibunda, Tuti Koto, berupaya mencari keberadaan anaknya yang menjadi korban penghilangan paksa. Di tengah suasana yang mencekam, Tuti bertanya kepada sejumlah pihak termasuk ke kantor polisi hingga Kodim TNI.
"Suasananya jelas mencekam. Sebenarnya kami belum dapat kabar, kami dapat kabar kalau ayah saya benar-benar diculik itu dari mami, dari nenek saya," ucap Hardingga.
Tuti kemudian mengadukan kasus penghilangan paksa Yani ke lembaga bantuan hukum. Tak sampai di situ, ia juga menemui aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, tetapi tak ada hasil yang didapatkan.
"Saya ingat banget dari pihak Kodim, katanya (Yani) sudah dibebaskan. Tapi kenyataannya bapak saya enggak sampai di rumah, enggak ada di rumah," tutur dia.
Awalnya, pihak keluarga menduga sosok yang menculik Yani ialah tim penembakan misterius atau Petrus. Sebab, pada waktu itu Petrus masih merajalela. Namun, setelah menelusuri ke sana kemari, keluarga berkesimpulan pelaku penculikan adalah Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.
"Pada waktu itu karena nenek saya, memang menelusuri semuanya, sampai akhirnya nenek saya sepakat kalau ayah saya memang hilang bersama Tim Mawar," ungkapnya.
Setelah Tuti meninggal di tahun 2012, Hardingga lantas melanjutkan perjuangannya untuk menemukan Yani Afri. Hingga kini, pria yang berprofesi sebagai wiraswasta itu masih mempertanyakan keberadaan sang ayah kepada negara.
"Saya perlu ada kejelasan dari pemerintah, kalau memang bapak saya masih ada ya di mana penjaranya. Kalau memang sudah meninggal ya kasih tahu di mana kuburannya," ujar Hardingga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.